Kamis, 09 Oktober 2014

ITU TALKSHOW

“Ya, nanti yang ngisi tausyiah, kamu, ya ?”

Deg.

Gue yang lagi kerja langsung membeku sesaat ketika suara itu bertengger di telinga gue.

“Lah, kok saya ? Yang lain aja, pak, yang lebih waras dari saya kan banyak”

“Yang lebih waras emang banyak, tapi kalau ada yang lebih murah kenapa enggak ?”

Aduh. Enggak. Enggak gitu jawaban pak Ridwan─salah seorang atasan gue waktu nguli di Sanyo─ gue enggak di bayar kok buat jadi orang ‘bener’.

“Udah. Kamu aja, nanti kalau enggak ada bahannya, biar saya yang cariin, saya tulisin, kamu tinggal baca doang.”

“Iya. Tapi kenapa saya ? Kenapa enggak mereka ? atau dia ? atau siapa-lah ? kenapa harus saya ?” tanya gue sok dramatis.

“Masa gitu aja enggak berani. Pokoknya besok kamu yang tausyiah”

Pak Ridwan berlalu meninggalkan gue yang akan memutuskan minum pembersih lantai sepulang kerja. Ini bukan hal mudah, gue ? Gue di suruh ngisi tausyiah di depan kurang lebih dua puluh orang teman kerja gue. Ya, emang, gue tinggal baca aja apa yang di tulisin atasan gue itu, tapi meeeeeen .. .. itu acara buka puasa bersama di bulan penuh hikmah, dan gue ?

Oke. Enggak. Enggak. Gue enggak mau bahas itu sekarang. Ini ada kisah absurd dari seorang penulis yang novelnya belum terbit. Sebut saja aya nurhayani (nama asli). Siang itu, sekitar jam sepuluh pagi, ya, pertengahan pagi dan siang-lah, gadis bernama Aya selonjoran dengan tampang menyedihkan.

“Kaka pinjem hape dong. Paket internet kakak abis, gajian seminggu lagi” lirih gadis itu kepada sang adik yang sedang asik ngunyah beling. Sang adik pun memberikannya dengan belas kasihan yang tak terhingga, bagaimana mungkin ia tega membiarkan kakaknya mengemis paket internet. Dengan cepat, gadis itu mulai memainkan jari-jari lentiknya di atas keypad nokia express music 5310, kedua matanya menatap serius ke layar persegi panjang itu, ia sedang stalking di time line salah satu penerbit.
“Waaah, sial. Satu jam lagi” histeris gadis itu yang langsung buru-buru berdiri dari selonjorannya.
“Kenapa kak ?” sang adik mendadak bingung melihat kakaknya nari tor-tor (baca:kepanikan).
“Ada talkshow di Gramedia jam sebelas. Aduh, kakak mau nyuci dulu. Abis itu langsung cabut” gadis itu pun bergegas menjadi cinderAya. Mencuci pakaian satu keluarganya. Setengah jam berlalu. Gadis itu sudah berdiri di depan kaca benggala dengan pertanyaan ‘wahai kaca benggala, siapakah jomblo terlama di jagat raya ini ?’
‘Tentu saja baginda ratu’ ucap jujur sang cermin, dengan sembarang, gadis itu meraih sisir di depannya, mencabik-cabik tubuh sang cermin yang tidak pernah bisa membuatnya bahagia. Tak lagi ingin peduli dengan jawaban si cermin kejujuran, gadis itu membalikkan badannya, melangkah cepat keluar rumah. Ia mengukir langkah setapak demi setapak karena tidak kuat bayar ojek. Uang di dompetnya hanya ada dua puluh ribu rupiah. Ia tak sampai hati kalau harus meminta kepada ibunya. Modalnya hanya satu. Nekat.
Sebenarnya, gadis itu tidak tahu menahu tentang talkshow yang akan di hadirinya. Sebuah acara dimana Benazio Rizki sebagai pembicaranya, acara yang akan membahas detail satu buku karyanya. Benabook. Di benak gadis itu hanya satu ‘event gratis’. Ya, gadis itu pecandu semua event asalkan gratis. Enggak perlu ngeluarin duit banyak buat nyari ilmu dan pengalaman, kuncinya satu, kemauan. Gadis itu hanya senang, duduk antusias bersama orang-orang tak di kenal, mendengarkan cerita dari mereka yang telah sukses lebih dulu. Ia selalu terbayang, kelak, dirinya yang berada di bangku depan, menjadi pembicara yang akan menghipnotis semua pendengarnya, lalu memninta dompet dari para pesertanya. Ia akan kaya mendadak.
Gadis itu telah memasuki sebuah mall di daerah Bekasi, ia melangkah buru-buru menuju satu-satunya toko buku yang ada disana. Keringat menetes dari keteknya, ya, maklum, setelah berjalan kaki dari rumah menuju jalan besar, ia pun harus sabar menunggu patas yang cukup mengeluarkan selembar dua ribuan dan mengantarkannya ke depan mall tersebut.

Teng Tong !

Gadis itu clingak-clinguk ketika sampai di dalam toko buku. Melangkah ke lorong-lorong rak, mencari, dimana talkshow itu berlangsung. Ia mengeluarkan blackberrynya, melihat angka digital yang mucul di pojok atas layarnya. Pukul dua belas kurang. Gadis itu mengembuskan napas panjang. ‘Udah bubar kali, ya, talkshownya’ lirihnya dalam hati. Tapi gadis itu tak mau menyerah, masih penasaran, masa secepat itu, kalaupun udah selesai, pasti ada tanda-tandanya.
Cring !
Ia teringat akan acara yang pernah di datanginya juga. Talkshow menulis gratis bersama Asma nadia di gramedia Matraman beberapa waktu silam. Pikiran gadis itu liar, ya, kali aja, talkshow ini samaan, waktu talkshow di gramedia Matraman, acaranya di satu ruangan yang ada di dalam toko buku itu. Gadis itu kembali menyusuri semua sudut toko buku, dan, ya, matanya menangkap satu ruangan yang tertutup disana. Pasti disana acaranya. Tebak gadis itu yakin. Dengan semangat lebih dari empat lima, ia membuka pintu kayu berwarna cokelat itu, dan .. “Maaf, mbak. Staff only” gadis itu menyengir basi (enggak usah dibayangin). Ia mendecakkan lidahnya satu kali, membalik tubuhnya, dan melangkah ke rak buku religi. Baca Al-quran sekencang-kencangnya.
Pulang aja kali, ya” gumam hati kecilnya.
Pulang ? men, ini malam minggu. Pulang jam segini, cupu banget ! sorean dikit, jam dua belas malam gitu” bantah hati kecil lainnya.
Ya, tapi, mau ngapain lagi disini ? Mau makan enggak punya duit” hati kecilnya bergelut.
Udah men .. mending sholat dulu. Jam berapa sekarang ? Siapa tau setelah sholat ada petunjuk” ide bagus. Gadis itu menuruti hati kecilnya. Setelah sempat beberapa kali di perhatikan oleh satpam dan beberapa kali pula mata keduanya bertemu pandang, gadis itu memutuskan untuk keluar dari toko buku itu. Berlalu menuju mushola.

Di mushola sekitar pukul 12. 30 PM, setelah sholat.

Gadis itu merenung di pelataran mushola.
“Kalau gue masuk toko buku itu lagi, satpamnya pasti curiga. Tapi kalau pulang jam segini, ampuuun .. masih siang banget”  gadis itu bimbang. Ia menghela napas berat, mengembuskannya perlahan. Perjuangannya sia-sia. Sesalnya.
Ah, iya, numpang baca di gramedia giant aja kali ya” satu gagasan muncul di benaknya. Gadis itu bangkit penuh semangat, melangkah meninggalkan mushola yang ada di basement. Ia keluar mall, menaiki tangga penyebrangan. Ya, Mall metropolitan bersebrangan dengan Hypermall Giant yang keduanya ada di Bekasi barat.
Gadis itu mengembuskan napas panjang, menaiki tangga escalator yang akan langsung menghubungkannya pada bagian depan toko buku di lantai tiga bangunan itu.

Deg.

Kedua kaki gadis itu terasa kaku, menempel dengan bumi, sulit di gerakkan. Kedua matanya tak mampu berkedip. Ia menelan ludah satu kali, kemudian bibirnya bercerai, membuat satu lobang kecil di mulutnya.
“Jadi, talkshownya disini, toh ?” lirihnya setengah tak percaya akan kebegoan dirinya. Tak perlu basa-basi. Gadis itu langsung menghampiri keramaian itu. Seorang laki-laki berambut kribo sedang duduk menghadap meja panjang, laki-laki itu sedang menjawab pertanyaan yang di berikan salah seorang peserta. Gadis itu ? Ia sudah duduk di barisan paling depan, menyimak entah apa yang sedang di jelaskan laki-laki kribo itu.
“Oke guys, jawaban tadi adalah jawaban dari pertanyaan terakhir. Setelah ini ada sesi booksigning, buat kalian yang belum beli bukunya babang Bena, bisa langsung masuk ke gramedia dan langsung dapat tanda tangannya sekalian foto bareng. Antri ya, guys. Makasih banget buat waktunya, semoga ada manfaatnya, dan jangan bosan baca buku. Oke, have fun and happy weekend” ucapan penutup dari sang MC membuat telinga gadis itu bercucuran darah. Ia menatap sekitar, hampir semua orang yang ada disana berbaris untuk meminta tanda tangan sang penulis.
Terus gue ? Tanda tangan dimana ? di lidah !” gadis itu menghela napas menyedihkan, ia tak memiliki cukup uang untuk membeli buku tersebut. Tanggal gajian masih seminggu lagi. Sisa ATM minus. Gadis itu tetap tersenyum tegar, masih duduk dengan segilintir orang.
“Oke. Selesai. Udah semua ? Sekarang kita foto bareng-bareng. Ayo ! Ayo ! Semuanya. Yang rame yaaa ..” kedua mata gadis itu berbinar. Ia maju penuh semangat, menyalami sang penulis sambil berkata “Selamat ya, bang” Please deh, hey, kamu Aya nurhayani, ini bukan kondangan !!!
Tapi lumayan, gadis itu sempat berjabat tangan dengan sang penulis beken. Kali aja, nular ! Ya, ia selalu memandang segala sesuatunya dengan kaca mata positif.
ini tanda bukti kalau gadis itu tanpa malu ikut nimbrung
di talkshow yang sama sekali dia enggak tahu pembahasannya.

Fine ! Hidup ini menyenangkan, bukan ? pagi tadi gue liat tweet dari mas Alitt (penulis skripshit, relationshit) yang menjawab ‘kamu kurang jeli melihatnya, Tuhan maha kreatif’ dari gagasan ‘ah bang, hidup gue mah biasa-biasa aja’ yang di ungkapkan salah satu followersnya. Gue mengaminkan kalimat mas Alitt, gue mungkin adalah pengamat yang jeli dalam memandang jalan hidup gue, atau emang hal absurd enggak pernah mau ninggalin gue, entahlah ! But, menurut gue, melakukan banyak hal nekat itu mengasyikan, berani menerima resiko adalah hal yang membuat gue sadar, semua enggak pernah benar-benar sulit !
Gue karib dengan kegagalan, kenapa enggak ? banyak melakukan kesalahan di waktu muda menandakan kalau kita selalu ingin mencoba hal baru. Berkali-kali gagal, menunjukkan, kamu punya mental yang kuat untuk menjadi orang yang hebat. Setidaknya, untuk dirimu sendiri.

Dan juga, sekali dalam hidupmu, lakukanlah hal bodoh, kau akau tahu, betapa berwarnanya kehidupan ini. Mungkin, kelak, kau akan tertawa ketika mengingatnya.

Beberapa tahun dari detik ini, ketika cicit gue menemukan postingan ini, mungkin dia akan berkata ‘Sepertinya, aku adalah cicit yang di tukar’ karena enggak sudi punya nenek buyut seabsurd gue.


FYI : Kejadian di atas terjadi di tahun 2013 bulan Mei tanggal 18. Berdasarkan penelitian BMKG, si penulis novel yang belum terbit itu masih sering bertanya pada kaca benggalanya dan selalu berakhir dengan peperangan hebat.

4 komentar:

  1. Sukses terus mbak, soalnya niat banget kalau disuruh nulis. Biasanya kalau nulis dibutuhkan waktu berapa lama? dicicil dulu gak sih bisa panjang bener postingannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin ..

      terimakasih sudah bertandang ke goresan ini.

      kalo buat blog, saya cenderung nulis langsung selesai, setelah itu posting. gak pake nyicil :D

      Hapus
    2. Untuk nulis artikel yang di atas butuhberapa lama mbak?

      Hapus
    3. kurang lebih satu jam ..

      kalau yang saya tulis apa apa yang saya alami, saya akan menulis cepat ;)

      Hapus