Minggu, 20 Oktober 2013

TANPA BATAS



Sore itu, tanggal 13 Oktober 2013 gue ngeliat seorang nenek tua duduk di salah satu dermaga yang ada di Ancol. Dipangkuan nenek itu terlihat sebuah buku cukup tebal, entah buku apa, gue enggak sama sekali bertanya. Dalam benak gue “ini nenek-nenek pasti orang kaya. Gimana kalau gue culik terus gue minta tebusan sama keluarganya. Atau siapa tau, nenek-nenek ini punya cucu yang ganteng. Terus di jodohin sama gue.” Arrrrghh. Kacau. Abaikan. 

Ada sebuah rasa tenang yang mengalir dalam hati gue ketika melihat pemandangan tersebut. Dan terbesit pernyataan “Gue enggak akan pernah berhenti membaca”.

Belajar dari nenek tua di dermaga itu, mungkin kelak, gue akan seperti dirinya. Ah entahlah, siapa tau dia nenek-nenek tua yang kesepian. Dia enggak nikah, enggak punya anak, enggak punya cucu dan sendirian sampai tua. Enggak. Gue enggak mau kalau kayak gitu mah.

Sabtu, 19 Oktober 2013

SUMPAH si RAKYAT KECIL dengan IMPIAN BESAR



SAYA, RAKYAT KECIL dengan IMPIAN BESAR bersumpah AKAN SELALU BANGGA MENJADI BANGSA INDONESIA. Bangga akan kebudayaan negerinya, bangga akan kekayaan alamnya, dan bangga akan karya-karya yang lahir dari setiap marsyarakatnya.

SAYA, RAKYAT KECIL dengan IMPIAN BESAR bersumpah TIDAK AKAN PERNAH MELUPAKAN SEJARAH. Jika boleh jujur, tidak terlalu banyak sejarah yang saya tahu. Tapi apapun itu, saya tidak akan pernah melupakan bagaimana jasa-jasa mereka’ yang telah berhasil mengibarkan bendera merah putih sebagai tanda kemerdekaan’. Dan berkarya, itulah salah satu cara saya berterima kasih kepada mereka’.

Sabtu, 12 Oktober 2013

AMING


“Ma, Nung mau beli mie ayam ‘keling’.” Malam itu, sekitar abis isya, sepulang ngaji, rengekan itu masih melekat di benak gue. Rengekan anak berusia delapan tahunan.

“Iya kang, aku juga.” Laki-laki kecil yang sejak tadi terdiam di balik pintu rumah kontrakkan tiga petak itu ikut bersuara.
Mendengar rengekan dua anak kecil di hadapannya, ibu muda itu terlihat miris. Namun apa daya, ia tidak memiliki cukup uang untuk membelikan dua mangkok mie ayam. Jangankan untuk dua mangkok, satu mangkok pun tak terjangkau.
“Mama enggak punya uang, nunggu bapak pulang ya.” Kata ibu muda itu menenangkan. Dua bocah itu terdiam, tak lagi merengek.
“Yaudah ming, kita nonton layar tancepnya aja yuk.” Kata bocah perempuan yang masih menahan lapar. “Ma, nanti kalo Bapa pulang panggil kita yah.” Tambah bocah perempuan itu pada ibu muda yang mengenakan daster. Ibu muda itu mengangguk tanpa berkata apapun. Mungkin, ia hanya tidak ingin mengatakan atau menjanjikan sesuatu yang tidak pasti. Oleh karena itu ia memilih diam, membiarkan dua bocah kesayangannya berlari girang keluar rumah.

Layar tancap, sekarang-sekarang ini gue jarang nemuin momen tersebut. Layar tancap, sebuah tontonan warga yang diadakan ketika ada suatu acara hajat macam pernikahan atau sunatan.
Satu bocah diantara keduanya menghentikan langkahnya di balik tenda mie ayam yang terlihat sangat ramai. Pembelinya rela menunggu antrian dengan sabar. Bangku panjang yang ada didalam tenda tersebut penuh. Nyaris semuanya menikmati menu yang tersedia. Semangkok mie ayam, ataupun mie ayam bakso.
“Nung, sini .. kita sini aja. Cium deh, wangi ya.” Bocah laki-laki itu memanggil bocah perempuan yang melangkah lebih dulu untuk melihat film yang sedang diputar. Bocah perempuan itu pun menghentikan langkahnya, lalu keduanya tenggelam dalam wangi kaldu ayam yang meluap dari warung tenda yang masih sangat ramai tersebut.
Lama. Dua bocah itu mematung di balik tenda, berjalan sedikit ke belakang gerobak agar dapat mencium aroma itu lebih jelas. Keduanya menelan ludah berkali-kali, nyanyian yang bermain di dalam perut keduanya membenarkan kelaparan mereka.
“Kita pulang aja yuk ming, siapa tau bapak udah pulang.” Ajak bocah perempuan itu, tapi sebelumnya mereka membeli seikat kacang kedelai rebus seharga Rp. 500,00.

Ah, dua bocah itu lagi-lagi harus menggigit jari karena ternyata, laki-laki dewasa yang diharapkannya belum juga pulang. “Ma, bapak belum pulang ?” Tanya bocah perempuan itu sedikit gelisah. Dan, apa yang sedang dilakukan bocah satunya lagi ? Oh, ya Allah .. bocah laki-laki itu mengambil dua buah mangkok dari dapur. Satu mangkoknya diberikan ke bocah perempuan yang saat itu sedang duduk bertanya pada ibunya.
“Ih Aming, bapak belum pulang. Kok udah ngambil mangkok ?” bocah perempuan itu terlihat judes, tapi akhirnya ia kembali berkata “yaudah sini, kita tidur dulu yuk.” Bocah perempuan itu mengajak bocah laki-laki yang memang setahun lebih muda darinya untuk masuk kedalam kontrakkan tiga petak itu. “Ma, nanti kalo bapak udah pulang, bangunin Nung sama Aming ya.” Pesan bocah perempuan itu sebelum terlelap. Terlelap dalam keadaan lapar sambil memeluk mangkok kosong. Ah, miris sekali.

TERANGKAN PLN SECERAH CAHAYA LAMPU


Terang. Satu kata itu memilki berbagai makna. Terang tentang cahaya. Atau terang tentang sebuah penjelasan. Apapun itu, terang selalu identik dengan hal yang di hasilkan.

‘Habis gelap, terbitlah terang’ begitu kata pahlawan wanita yang berasal dari Jepara, R.A. Kartini. Tidak, saya tidak ingin membahas tentang satu kalimat empat kata tersebut. Hanya saja, ada kata terang disana. Kata yang dominan dengan sebuah kejelasan.

Abaikanlah. Saya harap, kalimat tersebut dapat menjadi kalimat pembuka yang berkesan.

PLN. Sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memliki peranan penting. Bagaimana tidak ? Semua orang membutuhkan tenaga listirk. Tidak salah bukan, kalau saya berkata ‘Listrik is the big part of world’, listrik bagian besar dari dunia.
*)  
Kini, PLN memiliki tagline baru ‘PLN bersih’. Saya tidak tahu, ada maksud apa dibalik kata tersebut. Namun, jika boleh saya berpendapat, dan tidak ingin menjurus ke masalah politik, tapi tak bisa dipungkiri juga kalau PLN adalah salah satu bagian yang tidak terjerat masalah terbesar dalam Negara ini, Indonesia. Ya. Masalah tersebut adalah soal korupsi. Tidak, lagi-lagi tidak, saya tidak senang berbicara soal politik. At least, PLN masih bersih dan semoga selalu bersih. Seperti cahaya yang dihasilkan dari sebuah lampu. Apapun jenis lampu dan warnanya, toh tujuannya tetap satu. Menerangkan. Membuat sekeliling menjadi jelas, bebas dari kegelapan.