Selasa, 29 Desember 2015

Bagaimana mungkin?

“Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal isteriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?” (QS. Maryam-8)

“Dia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” (QS. Maryam-20)

“Maka Kami tutup telinga mereka di dalam goa itu─Allah menidurkan mereka selama 309 tahun qamariah─, selama beberapa tahun, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam goa itu).” (QS. Al-Kahf 11-12)

“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ─di dalam perut ikan, di dalam laut, dan pada malam hari─ ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim’.” (QS. Al-Anbiya’-87)

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa “Pukullah laut itu dengan tongkatmu!” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara-63)

Masih mau bilang ‘Bagaimana mungkin?’

Dulu, gue sering banget diketawain kalau punya impian besar. Gue pengin jadi penulis, kebanyakan enggak ada yang dukung. Boro-boro dukung, pada percaya aja enggak. Gue juga enggak pernah kepikiran sebelumnya untuk berkeliling, ke pulau, gunung atau ke bukit-bukit. Mungkin, dulu, gue hanya akan berpikir, hidup gue itu isinya, sekolah-kerja-nikah. Tiga hal yang gue rasa, semua manusia akan atau pernah mengalami fasenya. Tapi enggak, enggak cuma tiga hal itu, hidup gue terasa remix. Kenapa? Karena gue punya mimpi!

Kalau kita lihat kenyataan, selamanya kita akan merasa kecil. Itu kalimat yang gue garisbawahi dari pengajian bulanan hari minggu lalu.

Enggak ada yang enggak mungkin. Serius, enggak ada! Semua bisa menjadi mungkin. Kita hanya perlu menggeser sedikit saja sudut pandang kita, tentang apa? Tentang apapun.

Ustadz Yusuf Mansur ngasih contohnya begini, oh ya, ini udah campur dengan gaya bahasa gue ya. He he he. Seseorang yang diusir dari kontrakannya. Kalau ia melihat kenyataan, ya, ia akan terpuruk. Diusir, enggak punya uang, malu pula. Tapi bagaimana kalau sudut pandangnya ia ubah, ketika ia diusir, maka ia kembalikan kepada Allah, keterusirannya dijadikan acuan untuk bangkit. Bukankah sebuah sakit hati akan menciptakan pembuktian? Jadi, pilihannya ada dua untuk orang yang diusir tersebut, meratap atau bangkit dan kembali dengan membawa uang untuk membeli semua kontrakan milik yang mengusirnya itu. Belum selesai! Ketika ia kembali dengan mengantongi keberhasilan, ia akan dihadapkan pada dua pilihan lagi, menjadi sombong atau rendah hati? Orang yang mengerti, tentu akan memilih pilihan yang kedua. Menjadikan kehinaan sebagai batu lompatannya untuk dimuliakan, dan kemuliaannya dijadikannya lagi jalan menuju ridho-Nya. Bah! Keren!!

Nah, ini yang enggak gue temuin di guru-guru lain, sejak kali pertama YM niupin ilmunya ke benak gue, gue punya keberanian lebih untuk mengubah sudut pandang gue tentang apapun. Melihat hal-hal dengan kacamata yang berbeda. Pacuannya masih sama dan akan tetap selamanya, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus.

Mungkin, kamu, kalian, punya impian yang kelihatannya enggak mungkin, kelihatannya tinggi banget, dan rasanya mustahil. See? Bagaimana mungkin keluar bayi dari seorang perempuan yang enggak pernah disentuh laki-laki? Bagaimana mungkin seseorang bertahan hidup di dalam perut ikan? Bagaimana mungkin lautan bisa terbelah hanya dengan pukulan dari tongkat? Bagaimana mungkin sepasang suami isteri, yang isterinya tidak punya rahim, dan suaminya sudah sangat tua, namun lahir seorang putra di tengah keduanya? Bagaimana mungkin ada pemuda-pemuda yang ditidurkan di dalam goa selama ratusan tahun, lalu mereka kembali bangun dengan keadaan sehat? Bagaimana mungkin?

Banyak kisah lainnya, seperti api yang berubah menjadi dingin ketika akan digunakan untuk membakar nabi Ibrahim. Ketika sebatang pohon kurma menangis karena tidak lagi digunakan sebagai sandaran ketika Rasulullah berkhutbah. Atau lebih yang langsung kita saksikan, bagaimana mungkin masjid Baiturrahman yang ada di Aceh tetap berdiri kokoh padahal hampir semua bangunan di sekelilingnya hancur tak tersisa. Bagaimana mungkin?

Lalu, masih mau berkata ‘bagaimana mungkin?’

Gue sengaja menulis postingan ini dan menjadikannya postingan terakhir di 2015. Karena, ayoooo! Ayo kita buat bucketlist dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meraihnya.

Usaha, Ay?

Yaiyalah…. Harus usaha! Masa iya datang sendiri! Acuan pantang menyerah dan enggak berputus asa juga tertulis jelas dalam kisah Siti Hajar, ibunda nabi Ismail. Gue belum nemu ada di surat apa dan ayat keberapanya, tapi gue rasa udah enggak asing kisah tersebut. Kisah, dimana Siti Hajar terus berlari untuk mencari air, berlari dari bukit Safa ke bukit Marwah, terus berlari. Gini deh, begini.. misalnya nih, lo mau beli kuaci di warung bu Tinah, lo jalan nih dari rumah lo ke warung itu, dan ternyata kuacinya enggak ada. Mungkin, lo akan… yaudah. Kan, enggak ada. Ngapain balik lagi ke warung bu Tinah. Kan, kuacinya enggak ada. Cape-capein ajah! Nah, yang kayak begitu enggak berlaku buat Siti Hajar. Iya, Beliau tau enggak ada air disana. Tapi tetap balik lagi, muter lagi di tempat yang sama sebanyak tujuh kali, dan subhanallah, keluar air akhirnya dari pasir yang ada di bawah kaki nabi Ismail (mohon dibenarkan ya, kalau salah. Soalnya ini gue enggak baca sumber, inget pernah dengar dalam beberapa pengajian aja), air yang sepanjang zaman enggak pernah berhenti mengalir. Air yang sampai sekarang bisa kita nikmati, air zamzam. Gue jadi sedih gini, ini kisah keren banget, sumpah!

Jadi, kesimpulannya tuh, jangan pernah putus asa! Dan ingat, enggak ada yang enggak mungkin! Buruan deh, buat bucketlist kamu, lalu pikirin dan lakukan cara-cara yang baik untuk mendapatkan semua daftar tersebut.

Gue lupa bilang, impian itu yang besar, tinggi. Misal gini, gue pengin jadi penulis. Penulis yang buku-bukunya best seller, penulis yang buku-bukunya diangkat jadi film. Penulis yang punya kedai kopi untuk kongkow sambil baca buku, iya, di kedai itu dinding-dindingnya bakalan gue isiin buku-buku. Nah, dengan begitu, gue dengan sendirinya nyiptain lowongan pekerjaan buat waiters, bartender, dan kasir di kedai gue. Dengan nama gue yang nantinya udah diakui, gue mau ngadain banyak acara. Gue mau ajak para pembaca gue sahur bareng dan buka puasa bareng seribu, sejuta atau seluruh anak yatim piyatu di Indonesia. Gue juga mau bikin banyak taman-taman bacaan dimana-mana. Bah! Gue berasa lagi kampanye. Ha ha ha.

Kalo lo punya impian, jangan berhenti di satu tujuan. Misalnya, gue punya mimpi jadi pemilik travel. Udah gitu doang? Jangan! Panjangin.. gue pengin jadi pemilik travel yang bisa keliling dunia. Terus buka travel umroh dan haji, gue akan melayani dan ngajak orang-orang umroh bareng, kalau perlu gue gratisin.

Lagi nih, gue punya mimpi jadi pengusaha potong ayam. Jangan berhenti kalimatnya, lanjutin! Pengusaha potong ayam yang ayamnya gue potong-potong. Ha ha ha. Aya, apaan siiih? Becanda, becanda! Gue mau jadi pengusaha potong ayam yang nantinya para pegawai gue yang motong ayam, kudu hafiz qur’an. Jadi, sebelom ayam dipotong, di ngajiin dulu, gituh? He he he.

Ya, pokoknya, intinya, mimpinya di panjangin. Jangan cuma jadi pilot doang, jadi guru doang, jadi pengusaha doang, jadi artis doang. Di kerucutin gitu, kerucutin….? Duh, maksud gue di.. apa ya istilah bagusnya? Hmmm.. diiiii.. evaluasi? Eh evaluasi, apa ya? Ah, spesifikasi, iya, lebih di spesifikin lagi. Mau jadi apa, yang kayak gimana, dan kalo udah jadi, mau ngapain aja? Mantep deh tuh! Beneran mantep banget. Kenapa? Karena tujuan kita pasti, terarah dan fokus. Kan, kalo udah ketawan maunya sebegitunya, tinggal lapor ke Yang Al Wahab. Masa iya enggak di kasih? Orang mintanya udah jelas banget begitu. Nah, gue ngerasa, kemaren-kemaren gue gitu, mintanya masih kesana sini, maksudnya ke sana sini, gue doa cuma bilang mau jadi penulis. Nah, ya, itu mah udah kesampain dari pertama kali gue megang pensil kali ya.. .. makanya, gue lebih spesifikin lagi, jadi penulis apa? Penulis yang bagaimana? Dan mau ngapain aja kalau udah jadi penulis yang dimaksud? Sama kayak jodoh! Duuuh Aya.. .. tetep yaaa!

Bahas enggak nih soal jodoh? Bahas enggak ya? Apa hubungannya? Bahas enggak? Bahas apa enggak? Ha ha ha. Nyebelin ya gue?

Gini, gini! Kalau minta jodoh, jangan cuma minta ‘Ya Allah saya mau nikah. Amiin.’ itu gue kemaren-kemaren begitu. Makanya sampai sekarang belum nikah, alesaaaan si Aya mah! Huuuuu! Sekarang enggak gitu, ubah jadi gini ‘Ya Allah, saya mau nikah, sama si fulan, pokoknya kalau emang menurut-Mu dia yang terbaik tautin deh hatinya ke saya, jangan biarin lari-larian ke yang lain. Nah, nanti kalau udah nikah semoga kami langgeng, kami jadi sepasang suami isteri yang bermanfaat, yang rajin beribadah dan mencari ilmu bersama, di karunia anak-anak yang soleh dan solehah dan hanya maut yang akan memisahkan kami, dan pertemukan kami kembali dengan cinta-Mu di surga nanti’ duuuh meleleh….. nah, nyampe enggak sih maksud gue? Jadi, lebih di spesifikin lagi. Ya, Allah emang Maha tahu, Maha mengerti, tanpa kita bilang, Allah udah khatam paham keinginan kita. Tapi mbok yaaa.. dipinta toh! Dijabarin gituuuu.. Gampang, toh? Yuuuuk, di laksanakan bareng-bareng. Hihihiiii.

Tadi udah kesimpulan deh kayaknya ya, kenapa jadi panjang lagi? Yaaaa.. pokoknya, jangan takut buat bermimpi, jangan takut minta yang besar, kan kita punya Allah. Lupa. Lupa. Lupa. Jangan ketinggalan, doa yang sama buat orang lain. Iya, doakan orang lain. Itu bikin cepat impian kita terwujud. *senyum paling dan teramat manis*


Sampai jumpa di 2016 ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar