Sabtu, 31 Januari 2015

IMAJINASI TANPA BATAS

Februari telah menyapa, hujan mengiringi kedatangannya. Februari, ada orang-orang tertentu yang merindukan satu dari dua belas bulan itu. Ya, Februari. Rasakan saja, kedatangannya pun menghidupkan rindu yang untuk sebagian orang mungkin telah mati. Atau sengaja dimatikan. Bagaimana bisa kerinduan itu menyusup kembali ? jawabnya, karena tetesan air tanpa jeda yang jatuh dari langit itu membuat sebagian manusia-manusia malas beranjak dari kasur. Apalagi, ini hari libur. Memilih diam dalam berbagai bentuk ingatan, entah manis, pahit, indah ataupun menyakitkan. Bukankah seperti itu ? Ketika diam, tidak ada yang di perbuat, ingatanlah yang menguasai pikiran. Mungkin itu alasan sebagian orang menjadikan kesibukan sebagai wadah untuk melupakan.
Siang telah menyapa, namun sepertinya matahari enggan bertugas di tanggal satu ini. Ada tumpukkan ingatan yang menari dalam benakku, apa itu ?

Udahan ! Udahan !

Ini kenapa gue jadi melankolis gini, ini Raisa efek, iya, seharian ini gue dengarin lagu Raisa yang judulnya Apalah (arti menunggu) itu lagu terbarunya dia. Sumpah ‘dalem’ banget.

Tempo lalu, gue ngebahas soal masa kecil sama salah seorang teman. Ya, masa kecil itu emang selalu indah. Karena hanya anak kecil yang percaya ‘kalau enggak tidur itu, di gigit nyamuk’.

Ada beberapa postingan di ‘goresanaya’ ini yang ngebahas masa kecil gue.  Ketawan banget ya kalau gue begitu menyukai masa lalu #eaaaak ! Eh tapi kalau gue pikir, di usia gue yang udah lewat dari 17 tahun ini, kok, masa kecil gue itu aneh ya, ayo gue sadarkan ! Buat kalian semua yang pernah melakukan hal-hal seperti berikut .. ..

Main BEPE-BEPEAN (Orang-orangan)

Mainan ini biasanya dimainin sama anak-anak perempuan di generasi 90an. Beberapa anak perempuan kumpul, duduk dengan membuat sebuah rumah yang kasurnya dari bungkus rokok. Rumah itu di isi oleh bepe-bepean tersebut, bepe-bepean itu semacam gambaran yang di potong-potong dengan berbagai bentuk, lalu di hidupkan dengan kita sebagai dubbingnya. Enggak lupa juga, gambaran yang di potong-potong itu, yang berbentuk orang di beri nama, misal namanya Markonah. Nah, tinggal di dubbing (isi suara), contohnya gini :
‘Aduh udah malam, aku mau tidur dulu. Oh ya, besok ada pesta. Aku tidur ah’ lalu kemudian Markonah di baringkan diatas bungkus rokok. Di bakar. Gosong ! Enggak ! Enggak ! Selanjutnya, Markonah ke pesta deh. Begitu seterusnya.
Gue enggak percaya, dulu, gue pernah mainan kayak begitu. Menghabiskan waktu berjam-jam sebagai pengisi suara bepe-bepean. But, it was really fun.
images taken from sobat ngemil.com
images taken from twiter.com



Main Layang-Layang


images taken from maucaridika.wordpress.com
images taken from iswi-neeh.blogspot.com

Kalau layangan sampai sekarang di tahun 2015 ini masih ada beberapa anak kecil yang gue liat mainin benda itu. Cuman bedanya yang di terbangin itu kertasnya ada tulisan I LOVE U nya. Nah, kalau di zaman gue kecil, layangannya di buat pake kertas minyak warna warni, di tempelin di kerangka bambu, di ikat benang di beberapa sisinya, siap di ulur, minta di alungin (alung. Jadi, ada orang yang megangin layang-layang itu, terus di lempar ke udara, nah orang satunya lagi bertugas megang benang, siap memainkan) terbang deh. Ada yang lagi asik narik ulur benang sambil mangap mantengin layangannya, ada yang sengit-sengitan beradu layangan di udara, ada yang lagi doa ngarepin layangan yang telap (putus) dan siap-siap ngejar itu layangan yang putus. Karena, siapa yang dapat layangan telap, bakalan halal jadi miliknya. Bah ! Asik ye. Nungguin putus, pas putus, di rebutin tuh, siapa yang dapat, langsung halal jadi miliknya. Enak, ya, jadi layangan, enggak pernah ngerasain jomblo. Liat aja, begitu putus, yang ngarepin banyak banget.

Kamu, pernah dapat layangan telap berapa banyak ?

Main Gundu

Gundu. Kelereng. Sumpah, gue suka benda bulat itu. Kayak berlian. Ini permainan yang sering bikin gue nangis, kenapa ? Karena kalau kalah, gundu gue abis, gue pasti nangis. Bahahahaa.
Mainnya itu macam-macam. Tapi keseringan sih di sentil. Ada apolo, main gundu apolo itu, bikin busur sangkar di tanah, nah gundunya di jajarin deh, nanti kita lempar buat jarak nyentil. Si pemain nongkrong, ini terserah deh, ada yang nongkrong, tengkurep, nungging bahkan celentang buat nyentil gundu yang ada di depan jari jempol dan telunjuknya.
*TIL* begitu di sentil, gundu menggelinding dan *Teer* kena ke pucuk nih, dapatlah dia keseluruhan. Bingung ya ? Gue juga bingung.
Udahan ya bahas gundu, ini, kok, gue pengin nangis ya kalau ingat permainan ini. Soalnya kalah melulu.


Main Benteng

Ini permainan, astaga *ngusap muka* gue enggak percaya kalau gue pernah dengan begitu seringnya memainkan permainan ini. Jadi, beberapa anak lugu membentuk kelompok. Misal ada sepuluh orang, jadi lima-lima. Nah, lima orang tersebut masing-masing punya tiang. Seringnya sih tiang berbentuk pohon. Antara tiang kelompok berjarak, kurang lebih 120KM. Enggak ! Enggak ! Itu kejauhan. Ya, enggak begitu jauh, yang jelas berjarak. Enggak sejauh LDR, kok, kan, Aya curhat -_-
Nah, masing-masing orang bertugas buat ngejaga tiangnya. Ibarat kata, tiang tersebut adalah harta karun yang sampai titik darah penghabisan harus di selamatkan. Dua kelompok itu saling serang, kadang diam-diam menyelundup, ngumpet di sana-sini, begitu lengah, bersiap buat megang tiangnya kelompok lawan. Sambil berkata ‘BENTENG’ terus nyengir bangga deh, mungkin sama bangganya kayak Messy atau Christiano ronaldo abis nge-goal gawang lawan. Bah ! Mantap !
Ini permainan emang enggak ada pendapatannya, enggak kayak gundu misalnya. Tapi main benteng itu rasanya gimana ya, ya, puas. Ngabisin waktu dengan lari-lari, kejar-kejaran sampai berkeringat itu bahagia banget. Apalagi kalau kita bisa megang tiang lawan sambil berteriak ‘BENTENG !!!’ itu luar biasa kalau kata Ariel.

Main Kasti

images taken from imgarcade.com

Gue benci permainan ini, walau jujur, gue suka. Ah, begitulah, benci tapi suka. Kenapa gue benci ? Karena setiap main permainan ini, gue selalu jadi anak bawang, anak yang enggak berlaku. Kenapa gue jadi anak bawang ? Karena enggak ada yang mau sekelompok sama gue. Kenapa enggak ada yang mau sekelompok sama gue ?
Begini ceritanya,
Kasti adalah permainan yang hanya bisa di lakukan oleh sekumpulan orang. Ya, lo enggak bisa kalau cuma sendirian. Sama kayak benteng, lo harus punya regu. Nah, gue seringnya main kasti di kebon rambutan yang ada di dekat tempat tinggal gue. Jadi, ada sebuah lingkaran, dimana regu yang sedang berjalan/bermain masuk di dalamnya, lalu bergantian memukul bola yang di lemparkan oleh grup lawan yang sedang berjaga. Sehabis memukul, si pemain harus berlari mengitari beberapa pos, biasanya yang dijadikan pos adalah pohon rambutan. Kalau si pemukul bola itu sudah diam di pos, dia aman, namun kalau si pemain itu masih berlari, regu yang sedang berjaga bisa melemparnya dengan bola. Dan apabila kena, mereka mati. Enggak ! Bukannya mati, tewas. Tapi bergantian untuk bermain.
Nah, gue ? Setiap kali gue abis mukul bola. Bolanya enggak bakalan jauh. Belom juga gue lari, boro-boro ke pos I, baru keluar lingkaran aja gue udah di kejar. Dan, saking lugunya gue, gue selalu bilang ‘Please, jangan gebok gue kenceng-kenceng. Gue enggak lari. Gue nyerah, tapi geboknya pelan aja ya, tempelin aja bolanya ke tangan gue, nih, nih tangan gue nih’ idih, malu-maluin banget ya itu anak. Sudahlah, sedih kalau di certiain.

Eh, ujan udah berhenti.  Permainan masa kecil masih banyak. Tapi gue mau jalan nih, ciyeee. Jadi, segini dulu isinya. Semoga kalian yang pernah memainkan permainan-permainan tersebut dapat kembali merasakan betapa serunya melakukan hal yang tak perlu di pikirkan ‘kenapa gue melakukan itu ?’. Ya, menurut gue, masa terindah dalam hidup adalah ketika kita menjadi anak-anak. Karena pada saat itulah imajinasi kita tak pernah memiliki batasan.

1 komentar:

  1. gua juga main itu semua

    kecuali bepe-bepean
    kalo di sini, bukan itu daah namanya.
    kok bekasi namanya begituan yaak.
    pasti di kasih tau sama alieen yaak ??

    BalasHapus