Sabtu, 14 Maret 2015

Enggak lebih dari sekadar ‘MENYENANGKAN’

Aya, gue liat dari foto-foto lo, kok, lo suka ngetrip gitu sih ?

Saya mengerutkan kening sebentar ketika membaca pertanyaan yang mendarat di blackberrymessenger saya. Lalu mengetik kalimat jawabannya.

Karena itu menyenangkan.

Sebuah pesan kembali masuk,

Suka naik gunung, terus ke desa-desa mana gitu .. lo enggak dicariin sama nyokap emang ? pengin kayak lo, tapi gue enggak bisa.

Saya gemes untuk segera membalasnya.

Dicariin-lah, itu hal tersulit buat gue, minta izin emak. Tapi gimana, kalo enggak nekat, kita enggak kenal dunia luar, enggak tau betapa cantiknya Indonesia.

Pesan itu berakhir dengan penyataan teman saya,

Oh gituh ya, benar juga, kalo enggak nekat, kapan lagi.

Yang saya balas,

Ya, itu menyenangkan, bara.

Tapi kemudian pertanyaan itu mengendap, kenapa saya jalan-jalan ? menyenangkan, itu hal paling jujur yang dapat saya jelaskan. Satu waktu, pertanyaan itu kembali terngiang, lalu pada satu malam, ketika saya sedang merencanakan sebuah perjalanan dengan salah seorang teman. Saya menanyakan hal serupa, dan dia menjawab,

Ya, gue mau menikmati hidup.

Saya mengangguk. Tapi (masih) merasa tidak puas. Entah apa yang membuat saya merasa tidak puas. Pertanyaan itu pun terlupakan dengan hal-hal lain yang saya lakukan.

Beberapa orang mengategorikan perjalanan adalah hal yang ‘rumit’. ‘rumit’ dalam artian banyak hal yang harus di pertimbangkan sebelumnya, sebelum melakukan perjalanan tersebut. Masalah biaya-lah, masalah tempatnya-lah, urusan waktu, teman perjalanannya, dan entah apalagi. Buat saya, ketika saya memutuskan untuk berjalan, ya saya akan berjalan. Enggak ada hal lain yang menjadikan saya seorang pejalan selain saya berjalan, bukan ?

Tentang rupiah, ini sering kali salah kaprah. Kenapa ? ada beberapa orang yang beranggapan kalau traveling, ngetrip atau apa pun yang intinya ‘jalan-jalan’ cuma bisa dilakukan sama orang-orang kaya. Traveling adalah caranya ‘orang berduit’ nikmatin hidup. Nah, kalau begitu, bagaimana caranya ‘orang yang tidak berduit’ bisa menikmati hidup ? Tidak mungkinkah ‘orang yang tidak berduit’ melakukan traveling ? Pikirkan jawabannya !

Beberapa orang pun beranggapan kalau traveling cuma ngabisin uang. Seorang teman berjalan bercerita kalau dirinya sering ditanya seperti itu 'ngapain sih jalan-jalan ? buang-buang uang'. Lalu dengan menggebu dia berkata kepada saya kemarin siang, 'Gue kesel tuh sama orang yang nanya begitu, sekarang gini Ya, lo punya duit 300ribu, lo diam dirumah juga abis itu duit, nah, sama, kan, kalau lo pake jalan-jalan. Lagian gue mau ngumpulin duit sebanyak apasih ?'
Saya memgangguk dengan tawa geli melihat raut wajahnya yang kesal.

Perihal waktu, seseorang pernah menuliskan ‘pada akhirnya saya belajar, ini soal seberapa jauh saya mau menciptakan waktu itu sendiri. Bila saya merasa hal itu penting, maka saya akan melakukan semua cara untuk bisa mewujudkannya.’ *)

Ya, jadi sejatinya bukan waktu yang tidak ada, tapi ‘seberapa pentingkah’ apa yang ingin dilakukan. Karena waktu luang sebenarnya tidak bisa di tunggu, melainkan diciptakan.

Saya (masih) seorang pekerja yang senin sampai jumat terikat selama kurang lebih sepuluh jam, delapan jam kerja, dua jam perjalanan. Tapi ketika saya sudah merencanakan sebuah perjalanan yang dimana membutuhkan hari lain selain hari libur, saya akan meninggalkan satu sampai dua hari ‘hari terikat’ itu, bukan berarti saya tidak menganggap penting pekerjaan saya. Saya hanya memahami, bahwa semua ada porsinya. Dan diri saya pantas untuk bebas memutuskan.

Teman perjalanan dan tempat tujuan, itu bukan hal yang terlalu perlu saya pikirkan. Perjalanan menghantarkan saya untuk bertemu dengan orang-orang asing yang dimenit kemudian telah menjadi teman. Dan tempat tujuan bukanlah ‘tujuan’ saya dalam perihal perjalanan, karena apa-apa yang terjadi selama saya berada di perjalanan sehingga saya bisa sampai di satu tempat tujuan, itulah potongan-potongan cerita berserak yang sebenarnya saya candui.

Maret 2014 lalu, ketika saya berkesempatan ke Bromo, saya (mungkin) memiliki ketertarikkan berbeda. Ketika kebanyakan orang membicarakan betapa menakjubkannya sunrise di bromo, kawahnya, pasir berbisiknya yang eksotis, penduduknya (suku Tengger) yang ramah, hawa dinginnya yang menusuk, atau mungkin buah apel khas Malang yang pohonnya dapat di temui di halaman rumah-rumah penduduk. Buat saya, tidak untuk semua itu. Saya mendapatkan sensasi lain, adalah sebuah jeep terbuka yang dinamai ‘hardtop’, sebuah kendaraan yang membuat saya merasa beruntung berada di atasnya pada malam itu. Nilai saya norak, malam itu sekitar jam satu malam, saya dan sembilan orang lainnya berdiri gagah diatas jeep terbuka itu, merasakan sapaan angin yang benar-benar menusuk hingga ke ruas-ruas tulang rusuk, beratapkan langit dengan sisi-sisi jalan yang di tumbuhi berbagai macam pohonan, lalu berganti dengan hamparan luas pasir yang tidak ada satu tumbuhan pun, dan jarak pandang berubah, semua putih tertutup kabut. Tidak ada yang melintas di benak saya pada malam itu selain kesadaran, kesadaran tentang betapa ‘kecilnya’ saya dan betapa Perkasanya Tuhan dengan maha karya-Nya. Dan semua itu hanya saya dapatkan karena saya telah memutuskan untuk berjalan.
Potongan cerita itu hanya satu dari cerita-cerita lain yang saya temui, dan cerita-cerita itu tidak pernah mungkin menghampiri saya, kalau saya hanya berdiam, kalau saya hanya berada di lingkup sekolah-rumah-kantor, tidak akan pernah. Karena saya-lah yang harus mengumpulkannya dengan cara keluar. Berjalan.

Karena tak melulu belajar itu menghadap buku dan papan tulis.
Keluarlah !
Temukan pelajaran-pelajaran dalam perjalananmu.
Karena perjalanan tak melulu tentang tempat yang keren.
Berjalanlah !
Lalu pahami makna perjalananmu sendiri.

ketika di bromo
tengah malam di puncak prau
hari hari menyenangkan di yogyakarta, ketika di krakal beach
memaknai kemerdekaan di pedalaman baduy
batu rapatan angin di dieng
kebersamaan di pulau kelor

satu hari main ke bandung
menemukan sejarah di pelabuhan sunda kelapa
main main bermanfaat bareng anak anak sekolah dasar
satu moment di gunung ceremei
keceriaan di pondok saladah, papandayan

Tidak lebih dari sekadar menyenangkan, bukan ?





note : *) di ambil dari http://windy-ariestanty.tumblr.com/post/90548887015/waktu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar