Rabu, 12 Maret 2014

Tentang saya yang menyukai ‘sepi’ namun senang dalam ‘keramaian’


Mungkin bukan rahasia umum lagi kalau saya adalah seseorang yang begitu mencintai ‘masa lalu’.

‘Masa lalu’ yang saya maksud adalah masa dimana saya masih kanak-kanak. Dalam beberapa tulisan saya, saya pernah menceritakan tentang masa-masa menyenangkan itu.


Siang tadi, Ipul, salah seorang teman saya sejak sekolah dasar, memasukkan contact saya kedalam satu group di applikasi mobile.

Jujur. Saya adalah orang yang menyukai sepi namun senang ketika ada di keramaian.

Sejenak, sebuah pertanyaan melintas, ‘untuk apa ?’

Dengan sadis, dimenit berikutnya saya menekan menu option, lalu memilih delete dan exit the group.

Menyesal. Tidak. Sama sekali tidak.

Seperti yang saya bilang, saya menyukai sepi namun senang dalam keramaian. Saya tidak begitu suka berkomunikasi dengan banyak orang dalam satu percakapan. Saya rasa, semua ada porsinya. Atau, saya kadang hanya merasa malas dengan tumpukkan notif di ponsel yang masuk. Entahlah. Saya sendiri sulit mengartikannya.

Tapi ada, satu ketika saya hanya menjadi pemerhati dari percakapan-percakapan mereka. Tersenyum bila memang ada sesuatu yang membuat saya tersenyum, atau malah tertawa geli. Saya senang memperhatikan.

Silakan menilai saya seperti apa. Saya bukan ingin keluar dari satu kelompok, menghindar, menjauh, whatever, tapi saya merasa, untuk apa ?

Sudah ada group sebelumnya yang berisi kumpulan orang-orang yang sama. Satu sama lain pun saling menyimpan nomor. Dan ada juga beberapa jaringan yang dengan gampang memudahkan ‘kami’ untuk berkomunikasi.

Kadang, dunia yang dinamis ini terlalu mudah menciptakan sesuatu ruang yang baru. Membuat ruang lama terlupakan. Saya percaya, bukan dunia yang berubah, namun kita-lah yang mengubahnya.

Tiba-tiba, perasaan itu kembali hadir. Kerinduan akan masa lalu. Ketika semua jaringan tak sesimple masa kini. Saya memang termasuk manusia ‘internet’, karna saya pun sering sekali berlayar di dunia maya. Tapi percayalah, pernah, saya memberikan gadget pribadi saya kepada adik saya dan menggantinya dengan ponsel sederhana yang tidak ada layanan internetnya. Saya merasa lebih baik. Walau pada akhirnya, saya sukses menjadi manusia yang paling ketinggalan zaman. Dan saya hanya bertahan kurang lebih enam bulan, lalu memutuskan kembali membeli gadget yang baru. Itulah alasan saya selalu kagum pada mereka yang tetap merasa ‘baik-baik’ saja meski tak pernah hidup mengikuti zaman.

Lagi, ada satu malam, ketika saya memeriksa semua kontak dalam beberapa applikasi di ponsel. Dari nama-nama yang tertera disana, tak ada satu orang pun yang dapat mengisi kekosongan saya. Saya mengasihani diri saya sendiri. Untuk apa tumpukkan nama-nama itu ada di sana ?

Saya memang senang membicarakan hal-hal tidak penting dengan siapapun. Tapi tak melulu, saya sering melakukan hal tersebut ketika sedang berkumpul secara langsung. Tidak dengan komunikasi di gadget. Memang, dulu, saya adalah penganut obrolan sesat dalam percakapan apapun. Entah telpon rame-rame tengah malam sampai pagi dengan pembahasan yang sama sekali enggak guna, ataupun chat sampai membuat jari-jari merasa lelah hanya untuk membahas gossip seorang teman yang gonta-ganti pacar. Anything.

Lalu semua berubah. Saya mungkin yang telah berubah. Saya mulai mencintai sepi.

Tidak. Tidak untuk selamanya, hanya sesekali.

Sepi bagi saya adalah waktu yang tepat untuk mengenal lebih dalam, diri sendiri. Entah sejak kapan pula, saya senang pergi sendiri. Masuk ke tempat makan seorang diri, duduk tanpa menghadap siapapun, memesan menu tanpa meminta masukkan. Lalu menyantapnya dengan takzim juga sendirian. Menonton manusia-manusia dengan berbagai aktifitas. Diam dan memperhatikan. Ke toko buku sendirian, membaca berbagai macam bacaan tanpa memikirkan perasaan enggak enak seorang teman, menepi, diam-diam membuka plastik buku karena penasaran dengan isinya. Saya pernah melakukannya, itu adalah dosa terbesar saya pada buku. Tidak perlu tempat yang jauh untuk kau mencobanya, kau cukup siapkan waktu dan keberanian untuk melakukannya. Beberapa kali pernah saya lakukan. Dan, saya ketagihan. Selalu berharap bisa melakukannya lagi. Bukan. Bukan soal merobek plastik buku. Sumpah !

Banyak hal yang akan di dapat, ketika berteman dengan sepi. Tak perlu mengakrab-inya, cukuplah berteman dengannya.


Gambar diambil dari www.aristalovers.blogspot.com 

1 komentar: