Senin, 27 Januari 2014

S.E.I

Sei, begitu para penghuniku biasa menyebut namaku.

Juli nanti, usiaku genap tujuh belas tahun, usia transisi dari remaja beranjak dewasa. Usia yang selalu di tunggu-tunggu untuk suatu perubahan. Namun sayang, di usia ke tujuh belasku nanti, aku tak dapat merayakannya bersama para penghuniku lagi. Aku sedih. Jujur, aku sangat sedih.

Yang aku tahu, ditinggalkan sedikit lebih menyedihkan jika harus dibandingkan dengan meninggalkan.
Sepertinya tidak adil jika para penghuniku terus memakiku. Mungkin mereka sedang tidak ingat, kalau telah banyak hal yang di lewatinya bersamaku. Mengubah mereka yang semula malas menjadi rajin, mereka yang mungkin dulu bermental kapas menjadi baja, menjadi saksi pertemuan mereka yang sejak awal tak saling kenal lalu menyatu menjadi pasangan yang bahagia, menyaksikan hubungan-hubungan baru yang tercipta, dan yang tak mungkin terpungkiri, menemani mereka menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencari rupiah. Sekali lagi ku katakan, mungkin para penghuniku sedang tidak ingat. Tidak, aku tidak mengatakan kalau mereka lupa, aku yakin, mereka hanya sedang tidak ingat.

Aku tidak tahu, penghuni baru seperti apa yang akan ku jumpai nanti, atau aku tidak akan pernah lagi memiliki penghuni. Entahlah.

Aku pasti akan sangat merindukan mereka. Canda tawa itu, kebisingan dari mesin-mesin yang tak pernah lelah untuk mereka jalankan, aroma berbagai macam makanan yang sering mereka hidangkan, pun suara-suara dengan iringan berbagai alat musik yang sering mereka putar di malam hari, bahkan bau pesing mereka pun termasuk yang akan ku rindukan.  Dan .. aku pun akan merindukan mereka yang diam-diam tidur di sudut-sudut tubuhku, sssttt .. ini adalah rahasia, jangan kau katakan pada siapapun. Lupakanlah, apapun itu, aku akan merindukan semua kebiasaan itu.

Ya. Ini memang bukan kali pertama aku di tinggalkan. Banyak penghuniku yang datang dan pergi silih berganti. Aku sering menyaksikan linangan air mata yang mengalir dari setiap perpisahan itu. Aku tidak mau merasa geer dengan menyimpulkan kalau tetesan air dari mata-mata itu merupakan kesedihan mereka karena meninggalkanku, ya, aku tidak mau merasa geer. Lihatlah ! Mereka menangis karena berpisah dengan penghuni yang masih menetap. Bukan untukku.

Sebenarnya, aku ingin mengusap air yang menetes itu sambil berkata “sudahlah, jangan bersedih. Aku tidak akan melupakanmu.”

***

Sore itu, semua penghuniku berkumpul di salah satu bagian dari tubuhku. Duduk merapat dengan satu pandangan ke depan. Disana, di depan sana berdiri seorang laki-laki, yang mungkin adalah orang terpenting diantara para penghuniku. Tapi bagiku, semua adalah sama.

Aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang disampaikan laki-laki itu, tapi aku tahu kalau mereka semua akan meninggalkanku.

Sebentar ! Di sudut sana, aku mendengar tangisan yang pecah. Entah tangisan apa yang mereka keluarkan. Ada beberapa orang wanita yang tiba-tiba berpelukkan layaknya anak-anak sekolah yang baru saja menerima surat kelulusan. Beberapa laki-laki yang saling berjabatan tangan, kemudian saling menepuk bahu satu sama lain. Ada juga yang masih duduk mematung, mengangkat kedua tangannya, dan mengusapkan bagian telapaknya ke wajah. Seperti sebuah penyesalan, atau hanya kesedihan sesaat. Entahlah. Aku tidak cukup pintar untuk mengartikan semua tingkah para penghuniku itu.

Namun sejak saat itu, aku mulai merasa khawatir. Beberapa penghuniku, tak lagi mau menoleh ke arahku. Mereka membuat rumah baru, rumah kecil yang sepertinya sangat nyaman. Ada perasaan iri yang melesit di diriku pada rumah kecil itu. Tapi sudahlah, kalau memang penghuniku senang, aku pun ikut senang. Tapi tolong, berhentilah memakiku.

Tidak. Penghuniku adalah yang terbaik. Hanya secuil yang memakiku. Karena aku masih mendengar kalimat-kalimat baik yang mereka katakan tentag diriku. Itulah alasan utama, mengapa aku sangat mencintai para penghuniku.

Mungkin aku lemah, karena aku merasa sangat sedih. Bagaimana tidak, coba dengar, lihat, dan nilailah, apa aku berlebihan jika mengatakan aku sedih.

Disana, dihadapanku, para penguniku saling berselisih. Ada beberapa yang saling menjatuhkan, berkata ‘A’ namun yang dilakukan ‘B’. Aku tahu, karena aku menyaksikannya. Tapi demi Tuhan, aku tidak berniat untuk menyampaikannya, mengadukan apa-apa yang kulihat sehingga terjadi perpecahan diantara para penghuniku. Aku tidak ingin itu terjadi. Karena sejak dulu, aku telah merasakan kedamaian penuh cinta. Aku merasa beruntung mempunyai penghuni seperti mereka.

Aku bodoh, karena aku sempat merasa lemah. Sempat merasa terabaikan.

Karena, sini-sini, dengarkan baik-baik, pagi itu, semua penghuniku kembali berkumpul di tempat yang sama. Wajah-wajah itu tak lagi mengerikan. Aku kembali menyaksikan kedamaian seperti dulu. Kebersamaan yang tak dapat di ukur dengan apapun. Ya. Penghuniku adalah yang terbaik. Ku dengar, rumah kecil itu akan segera di bongkar, ah, betapa senangnya aku, karena para penghuniku akan kembali padaku.

***

Hari ini, adalah hari minus tiga sebelum semua penghuniku meninggalkanku. Sudahlah, tak perlu di pikirkan. Aku sudah belajar untuk membesarkan hati, aku akan dengan ikhlas melepaskan para penghuniku. Pergilah. Pergi dengan sejuta kenangan yang pernah mereka habiskan bersamaku. Dan jangan lupa, katakan pada mereka yang di luar sana, kalau aku akan baik-baik saja. Kalau aku bahagia pernah memiliki penghuni seperti para penghuniku.

Dan, satu lagi, tetaplah memanggilku ‘SEI’. Aku menyukai nama itu.


Mereka bilang, kalau aku .. ..

 “Berkesan banget saat pertama kali masuk SEI dengan teman-teman seangkatan yang menyenangkan, SEI, PT Elektronic yang beda dari PT Elektronic lainnya. Pokoknya surganya PT Elektronic deh.”
Nur azizah (Maret 2011-Januari 2014)

“Disini saya bias kuliah dan memberi kado terindah untuk orang tua. SEI is the best ..”
Kokom (Agustus 2012-Januari 2014)

“Senang bisa menjadi bagian dari SEI, pokoknya pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan ..”
Wiwi (September 2012-Januari 2014)

“Tempat kita buat beribadah dan bekerja untuk keluarga (bekerja sambil ibadah)”

 “Pokoknya SEI tempat untuk mencari nafkah, teman, sahabat dan keluarga.”
Imeh (Juni 2012-Januari 2014)

 “SEI keluargaku, kebahagiaanku, dan kesedihanku. Semuanya lengkap disini.”
Suciati (Agustus 2012-Januari 2014)

 “SEI .. Tempat cerita hidup yang enggak bisa di lupakan. Thanks to SEI J.”

 “SEI -> My first experience, pengalaman pertama untuk menjadi dewasa.”
Titin (September 2012-Januari 2014)

 “SEI -> Keluargaku, penghibur laraku, ceriaku, uhmm .. tempatku mencari nafkah. SEI is the best pokoke ..”

 “SEI : Walau singkat namun indah. I love SEI (Dongir family’s)”
Isro Nurul Aeni (Juni 2012-Januari 2014)

 “Salam persahabatan dan pertemanan. Aku sayang kalian. Aku cinta kalian. I love SEI.”
Agus (Juni 2012-Januari 2014)

 “Menurut gue mungkin pengalaman yang paling tragis, bukan masalah kerja, tapi kontraknya, kenapa tutupnya pas UMK 2,8 ?? SEI : Kalian semua ceritaku.”
Shandi dipping (Oktober 2013-Januari 2014)

 “Dari mulai mengenal teman dari berbagai suku bangsa sampai ke bahasa .. pertemanan yang tak akan pernah terlupakan .. kan menjadi kenangan terindah yang mengisi hidupku ..”
Dedeh (Mei 1997-Januari 2014)

 “Sahabat Andalan Nany Yang Oke (SANYO).”

 “SEI -> keluarga kedua, bangga pernah ada dan menjadi bagian dari keluarga SEI.”
Yanti (Mei 1997-Januari 2014)

 “Sei itu ‘istimewa’.”
Ii (November 2013-Januari 2014)

 “SEI itu ceria.”

 “SEI adalah rumah keduaku.”

 “SEI -> Betah banget.”

 “SEI -> My destiny.”

 “SEI -> Perjalanan hidup yang enggak akan terlupakan.”

 “SEI is nano-nano.”

 “Terasa begitu cepat.”
Yani (Juni 2012-Januari 2014)

 “Semua di dapat di mulai dari SEI. Ilmu, keluarga, persaudaraan, sesuap nasi dan lainnya yang tak bias dilupakan..”
Teh Yati (Juli 1999-Januari 2014)

 “Penuh canda tawa, ‘Dongir vs Dangdut’.”
Churent (Juni 2012-Januari 2014)




*Pendapat yang di post sudah mendapatkan izin dari yang bersangkutan untuk di post-kan.

1 komentar: