Sei, begitu para penghuniku biasa
menyebut namaku.
Juli nanti, usiaku genap tujuh
belas tahun, usia transisi dari remaja beranjak dewasa. Usia yang selalu di
tunggu-tunggu untuk suatu perubahan. Namun sayang, di usia ke tujuh belasku
nanti, aku tak dapat merayakannya bersama para penghuniku lagi. Aku sedih. Jujur,
aku sangat sedih.
Yang aku tahu, ditinggalkan
sedikit lebih menyedihkan jika harus dibandingkan dengan meninggalkan.
Sepertinya tidak adil jika para
penghuniku terus memakiku. Mungkin mereka sedang tidak ingat, kalau telah
banyak hal yang di lewatinya bersamaku. Mengubah mereka yang semula malas
menjadi rajin, mereka yang mungkin dulu bermental kapas menjadi baja, menjadi
saksi pertemuan mereka yang sejak awal tak saling kenal lalu menyatu menjadi
pasangan yang bahagia, menyaksikan hubungan-hubungan baru yang tercipta, dan
yang tak mungkin terpungkiri, menemani mereka menghabiskan cukup banyak waktu untuk
mencari rupiah. Sekali lagi ku katakan, mungkin para penghuniku sedang tidak
ingat. Tidak, aku tidak mengatakan kalau mereka lupa, aku yakin, mereka hanya
sedang tidak ingat.
Aku tidak tahu, penghuni baru
seperti apa yang akan ku jumpai nanti, atau aku tidak akan pernah lagi memiliki
penghuni. Entahlah.
Aku pasti akan sangat merindukan
mereka. Canda tawa itu, kebisingan dari mesin-mesin yang tak pernah lelah untuk
mereka jalankan, aroma berbagai macam makanan yang sering mereka hidangkan, pun
suara-suara dengan iringan berbagai alat musik yang sering mereka putar di
malam hari, bahkan bau pesing mereka pun termasuk yang akan ku rindukan. Dan .. aku pun akan merindukan mereka yang
diam-diam tidur di sudut-sudut tubuhku, sssttt .. ini adalah rahasia, jangan
kau katakan pada siapapun. Lupakanlah, apapun itu, aku akan merindukan semua
kebiasaan itu.
Ya. Ini memang bukan kali pertama
aku di tinggalkan. Banyak penghuniku yang datang dan pergi silih berganti. Aku sering
menyaksikan linangan air mata yang mengalir dari setiap perpisahan itu. Aku tidak
mau merasa geer dengan menyimpulkan kalau tetesan air dari mata-mata itu
merupakan kesedihan mereka karena meninggalkanku, ya, aku tidak mau merasa
geer. Lihatlah ! Mereka menangis karena berpisah dengan penghuni yang masih
menetap. Bukan untukku.
Sebenarnya, aku ingin mengusap
air yang menetes itu sambil berkata “sudahlah,
jangan bersedih. Aku tidak akan melupakanmu.”
***
Sore itu, semua penghuniku
berkumpul di salah satu bagian dari tubuhku. Duduk merapat dengan satu
pandangan ke depan. Disana, di depan sana berdiri seorang laki-laki, yang
mungkin adalah orang terpenting diantara para penghuniku. Tapi bagiku, semua
adalah sama.
Aku tidak dapat mendengar dengan
jelas apa yang disampaikan laki-laki itu, tapi aku tahu kalau mereka semua akan
meninggalkanku.
Sebentar ! Di sudut sana, aku
mendengar tangisan yang pecah. Entah tangisan apa yang mereka keluarkan. Ada beberapa
orang wanita yang tiba-tiba berpelukkan layaknya anak-anak sekolah yang baru
saja menerima surat kelulusan. Beberapa laki-laki yang saling berjabatan
tangan, kemudian saling menepuk bahu satu sama lain. Ada juga yang masih duduk
mematung, mengangkat kedua tangannya, dan mengusapkan bagian telapaknya ke
wajah. Seperti sebuah penyesalan, atau hanya kesedihan sesaat. Entahlah. Aku tidak
cukup pintar untuk mengartikan semua tingkah para penghuniku itu.
Namun sejak saat itu, aku mulai
merasa khawatir. Beberapa penghuniku, tak lagi mau menoleh ke arahku. Mereka membuat
rumah baru, rumah kecil yang sepertinya sangat nyaman. Ada perasaan iri yang
melesit di diriku pada rumah kecil itu. Tapi sudahlah, kalau memang penghuniku
senang, aku pun ikut senang. Tapi tolong, berhentilah memakiku.
Tidak. Penghuniku adalah yang
terbaik. Hanya secuil yang memakiku. Karena aku masih mendengar kalimat-kalimat
baik yang mereka katakan tentag diriku. Itulah alasan utama, mengapa aku sangat
mencintai para penghuniku.
Mungkin aku lemah, karena aku
merasa sangat sedih. Bagaimana tidak, coba dengar, lihat, dan nilailah, apa aku
berlebihan jika mengatakan aku sedih.
Disana, dihadapanku, para penguniku
saling berselisih. Ada beberapa yang saling menjatuhkan, berkata ‘A’ namun yang
dilakukan ‘B’. Aku tahu, karena aku menyaksikannya. Tapi demi Tuhan, aku tidak
berniat untuk menyampaikannya, mengadukan apa-apa yang kulihat sehingga terjadi
perpecahan diantara para penghuniku. Aku tidak ingin itu terjadi. Karena sejak
dulu, aku telah merasakan kedamaian penuh cinta. Aku merasa beruntung mempunyai
penghuni seperti mereka.
Aku bodoh, karena aku sempat
merasa lemah. Sempat merasa terabaikan.
Karena, sini-sini, dengarkan
baik-baik, pagi itu, semua penghuniku kembali berkumpul di tempat yang sama. Wajah-wajah
itu tak lagi mengerikan. Aku kembali menyaksikan kedamaian seperti dulu. Kebersamaan
yang tak dapat di ukur dengan apapun. Ya. Penghuniku adalah yang terbaik. Ku dengar,
rumah kecil itu akan segera di bongkar, ah, betapa senangnya aku, karena para
penghuniku akan kembali padaku.
***
Hari ini, adalah hari minus tiga
sebelum semua penghuniku meninggalkanku. Sudahlah, tak perlu di pikirkan. Aku sudah
belajar untuk membesarkan hati, aku akan dengan ikhlas melepaskan para
penghuniku. Pergilah. Pergi dengan sejuta kenangan yang pernah mereka habiskan
bersamaku. Dan jangan lupa, katakan pada mereka yang di luar sana, kalau aku
akan baik-baik saja. Kalau aku bahagia pernah memiliki penghuni seperti para
penghuniku.
Dan, satu lagi, tetaplah
memanggilku ‘SEI’. Aku menyukai nama itu.
Mereka bilang, kalau aku .. ..
“Berkesan banget saat pertama kali masuk SEI
dengan teman-teman seangkatan yang menyenangkan, SEI, PT Elektronic yang beda
dari PT Elektronic lainnya. Pokoknya surganya PT Elektronic deh.”
Nur azizah (Maret 2011-Januari 2014)
“Disini saya bias kuliah dan memberi
kado terindah untuk orang tua. SEI is the best ..”
Kokom (Agustus 2012-Januari 2014)
“Senang bisa menjadi bagian dari
SEI, pokoknya pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan ..”
Wiwi (September 2012-Januari 2014)
“Tempat kita buat beribadah dan
bekerja untuk keluarga (bekerja sambil ibadah)”
“Pokoknya SEI tempat untuk mencari nafkah,
teman, sahabat dan keluarga.”
Imeh (Juni 2012-Januari 2014)
“SEI keluargaku, kebahagiaanku, dan
kesedihanku. Semuanya lengkap disini.”
Suciati (Agustus 2012-Januari 2014)
“SEI .. Tempat cerita hidup yang enggak bisa di
lupakan. Thanks to SEI J.”
“SEI -> My first experience, pengalaman
pertama untuk menjadi dewasa.”
Titin (September 2012-Januari 2014)
“SEI -> Keluargaku, penghibur laraku,
ceriaku, uhmm .. tempatku mencari nafkah. SEI is the best pokoke ..”
“SEI : Walau singkat namun indah. I love SEI (Dongir
family’s)”
Isro Nurul Aeni (Juni 2012-Januari 2014)
“Salam persahabatan dan pertemanan. Aku sayang
kalian. Aku cinta kalian. I love SEI.”
Agus (Juni 2012-Januari 2014)
“Menurut gue mungkin pengalaman yang paling
tragis, bukan masalah kerja, tapi kontraknya, kenapa tutupnya pas UMK 2,8 ??
SEI : Kalian semua ceritaku.”
Shandi dipping (Oktober 2013-Januari 2014)
“Dari mulai mengenal teman dari berbagai suku
bangsa sampai ke bahasa .. pertemanan yang tak akan pernah terlupakan .. kan
menjadi kenangan terindah yang mengisi hidupku ..”
Dedeh (Mei 1997-Januari 2014)
“Sahabat Andalan Nany Yang Oke (SANYO).”
“SEI -> keluarga kedua, bangga pernah ada
dan menjadi bagian dari keluarga SEI.”
Yanti (Mei 1997-Januari 2014)
“Sei itu ‘istimewa’.”
Ii (November 2013-Januari 2014)
“SEI itu ceria.”
“SEI adalah rumah keduaku.”
“SEI -> Betah banget.”
“SEI -> My destiny.”
“SEI -> Perjalanan hidup yang enggak akan
terlupakan.”
“SEI is nano-nano.”
“Terasa begitu cepat.”
Yani (Juni 2012-Januari 2014)
“Semua di dapat di mulai dari SEI. Ilmu,
keluarga, persaudaraan, sesuap nasi dan lainnya yang tak bias dilupakan..”
Teh Yati (Juli 1999-Januari 2014)
“Penuh canda tawa, ‘Dongir vs Dangdut’.”
Churent (Juni 2012-Januari 2014)
*Pendapat yang di post sudah mendapatkan izin dari yang
bersangkutan untuk di post-kan.
Mannnntabbbb.........
BalasHapus