Kamis, 17 September 2015

(belajar) Tidak mengabaikan

Beri saya satu kata, satu makna, satu pengertian .. apa itu ‘kepedulian’ ?

Tempo lalu, ketika saya harus berpisah dengan beberapa teman, mereka memberikan dua buah boneka, boneka berbentuk kepala berwarna cokelat dan kuning. Ketika itu, saya mengutuk diri saya sendiri, bagaimana tidak merasa bersalah. Batin saya, ketika menunggu teman-teman saya itu masuk ke sebuah toko yang menjual berbagai macam apa entah, ‘ini ngapain sih lama-lama banget, ampuuun, apa-apaan coba, pada beli boneka. Emang enggak bisa lain waktu apa ? hah !’ umpatan yang kemudian membuat dada saya seperti terhujam duri-duri besi ketika kemudian di dalam sebuah tempat makan, mereka menyodorkan boneka-boneka itu kepada saya sambil berkata “Mba Aya, ini buat mba Aya dari kita. Kenang-kenangan” dan kalimat lain “Ini buat lo, mbak”. Pertama saya diam, tidak bisa berkata-kata, bukan karena pemberiannya, melainkan karena pemikiran saya sebelumnya “Ini ..” saya menjeda, sungguh-sungguh merasa bersalah “Kalian apaan sih ? Ini buat apaan coba ?” kata saya kemudian sambil memperhatikan dua kepala boneka itu. Jujur, saya terenyuh. Namun kadang, saya sulit memperlihatkannya.


“Enggak tau. Gue pengin beli aja buat lo, supaya lo enggak lupa sama gue”

Saya tertawa dengan gelengan kepala.

Mungkin mereka tak cukup percaya diri kalau saya akan tetap mengingatnya. Sungguh, saya merasa tak pantas akan perhatian semacam itu. Saya, tidak mudah untuk sekadar bertanya tentang kabar kepada siapa saja. Saya, sulit untuk berbasa-basi menanyakan beberapa hal yang sebenarnya ingin saya tahu. Namun ketika saya memutuskan untuk bertanya akan suatu hal, maka saya akan mencecar seseorang dengan berbagai pertanyaan.

Ketika saya bersalah, saya akan segera meminta maaf. Dan apabila ada orang lain yang meminta maaf saya, saya akan memberikannya. Ketika seseorang menyakiti saya, saya akan mengabaikannya tanpa menyisihkan ruang untuk membencinya. Dan ketika saya menyakiti seseorang, saya akan memberikan penjelasan, kemudian ‘pemakluman’ akan saya kantongi. Dan semua selesai begitu saja.

Belum lama, sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel saya, isinya ‘Aya kamu apa kabar ? Kangen aku sama kamu’ belagunya, saya tidak buru-buru membalasnya. Ya, saya cenderung membaca pesan-pesan yang masuk, dan membalasnya suka-suka. Nilai saya kejam. Tapi saya punya alasan tersendiri, saya lebih suka membagi waktu, bahkan untuk hal-hal kecil semacam itu. Saya memang sedang tidak sibuk ketika membaca pesan itu, tapi saya tidak memiliki dorongan untuk membalas cepat pesan itu. Ada beberapa hal yang akan saya segerakan, namun ada beberapa hal juga yang saya abaikan lebih dulu baru kemudian mementingkannya. Saya menyukai kebiasaan itu.

Namun belakangan, saya bosan dengan diri saya yang seperti itu. Saya di kelilingi banyak cinta dan perhatian, sedangkan saya tak murah mengobral perhatian. Pelan-pelan saya belajar, belajar untuk memahami seperti apa rasanya di abaikan. Saya menanyakan ‘kamu sakit apa ?’ kepada teman yang menulis PM-nya (Personal Messenger) ‘Ya Allah, angkatlah penyakitku. Enggak ada yang aku minta selain kesembuhan’. Juga ‘Cieee .. lo mau nikah ya ? Kapan ?’ ketika melihat teman lainnya mengganti DP-nya (Display Picture) dengan foto pra-wedding. Pun, saya membalas satu per satu pesan yang hampir masuk ke semua jalur penghubung saya, sms, bbm, whatsapp, sampai komentar-komentar di akun media sosial. Itu adalah hal kecil yang sangat sederhana, kesederhanaan yang kerap kali saya lupakan. Entah dimana letaknya, saya merasa kebaikan menghampiri hari-hari saya. Saya akui, saya benci dengan kekepoan, saya tidak suka dengan rentetan pertanyaan yang sepertinya tak perlu saya jawab atau tak perlu saya pertanyakan. Tentang ini, tentang itu, bagaimana ini, bagaimana itu, siapa ini atau siapa itu, saya tidak menyukainya. Akan tetapi, sisi lain dari diri saya beranggapan, mereka yang bertanya ‘ini-itu’ adalah mereka yang peduli. Memang tidak sepenuhnya, pelan-pelan saya belajar, belajar untuk tidak mengabaikan.

2 komentar:

  1. ya ya ya
    faham kok mbak aya...
    saya lebih parah lagi donk brarti

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah, kamu jarang mengabaikan sepertinya, mas ..

      tapi, kita sama sama belajar, belajar untuk tidak mengabaikan :))

      Hapus