Rabu, 02 September 2015

bukan palsu

Sore, kalian ..

Aku tak ingin bertanya kabar, karena minggu lalu kita baru bertemu. Kalian sedang apa ? Kalau boleh aku tebak, beberapa dari kalian mungkin masih tertelap dalam tidur yang melelahkan. Sebagian lagi mungkin juga lagi .. ah, enggak mungkin, kalian semua pasti masih malas-malasan bangkit dari tidur sepanjang hari. Minggu ini, kalian masuk malam, bukan ?

Kalian enggak penasaran, apa saja yang aku lakukan setelah resmi cita-citaku yang selama ini ku harapkan telah terlaksana. Cita-cita, berhenti menjadi buruh. Kadang, jika bukan kita yang memutuskan, kita-lah yang di putuskan. Seperti aku yang telah putus masa kerjanya, selama itu aku menurut, karena kalian tahu, sama seperti kalian, aku pun masih butuh rupiah dari lembaran-lembaran berisi perjanjian yang kita tandatangani di awal masuk kerja.

Dua minggu ini, aku tetap bangun pagi, nonton acara televisi yang tayang pukul lima pagi. Sarapan sebelum pukul delapan pagi. Lalu ? aku tidur kembali.

Kadang sih, tapi keseringan, selepas sarapan, aku membaca buku-buku hingga siang. Belakangan, menjelang siang, ketika aku merasa bosan dengan kata-kata dalam tumpukkan buku yang sedang aku baca, aku berlama-lama di dapur. Ya, aku memasak ! Aku sedang tidak berdusta, aku serius memasak. Aku membuat sambal goreng ati, memasak ayam goreng di sambelin, menggoreng tempe, meracik bumbu-bumbu ikan di kuningin, juga belajar membuat berbagai menu sayuran. Sungguh, memasak bukan pekerjaan mudah. Apalagi, adekku bilang ‘Ini siapa yang masak ayam ? cabenya asin’ aku mendengus kesal. Tapi enggak apa-apa, untuk mereka yang belajar, kesempurnaan bukanlah hasil yang diharapkan, bukan ?

Usai makan siang, aku kembali membaca buku. Sesekali sibuk dengan ponsel, berlayar di dunia maya. Atau kadang, melayani beberapa orang yang mendaftar travelan. Kalau tidak ada lagi yang menarik untuk aku kerjakan, aku akan tidur siang berlama-lama. Lalu di sore hari, biasanya sekitar pukul empat sampai enam sore, aku menonton keramaian. Kemana ? Kemana saja. Kembali menjelang maghrib, mengaji hingga isya, dan menjelang malam aku tenggelam dalam tulisan.

Jika kalian bertanya, inikah yang aku inginkan selama ini ? maka jawabannya adalah iya.

Minggu lalu, ketika kita bertemu di luar rutinitas monoton itu, aku tercekat. Tercekat saat kita akan kembali berpisah. Bukan, aku tidak sedih berpisah dengan kalian. Karena kejadian seperti itu tak pernah asing bagiku. Dalam dunia buruh, khususnya mereka yang terikat kerja kontrak, bertemu dan berpisah adalah bagian mutlak yang pasti terjadi. Aku tercekat, sesuatu yang ada di bagian terdalam tubuhku tersentuh. Satu, satu, aku merasakan ketulusan yang bukan palsu. Aku bingung menyebutnya, namun aku dapat merasakannya. Kalian, menyayangiku.

Bagian mana dalam diriku yang membuat kalian merasa aku layak untuk kalian sukai ?

Aku tak lebih dari seorang wanita yang kadang judes, berkata semaunya, cenderung tidak peduli, bertingkah konyol, dan gemar bersenandung yang aku sadar, suaraku akan membuat telinga siapapun terganggu.

Tapi kalian, aku tahu tanpa pura-pura berkata, kalian merindukan keberadaanku.

Aku pernah begitu terenyuh saat salah satu dari kalian begitu ingin membeli buku karyaku. Aku masih mengingatnya, wajah lugu itu. Masih tentang ia, aku dibuatnya tertampar dengan kemalasan yang selama ini ku pelihara. Ia, juga kalian berkata ‘Mbak, kok, belum ada tulisan baru lagi di blog ?’.

Ya, dimanapun aku mengendap, aku akan memasukkan 'racun' membaca.

Selepas aku pergi, sebuah tulisan ku terima. Tulisan tentang diriku. Tulisan yang setiap katanya membuat tenggorokkanku terasa kering, berkali aku mengelus dada yang entah bagaimana menjelaskannya. ‘kaulah motivatorku, yang selalu menceritakan dunia luar yang enggak bisa saya lihat sendiri’. Ketika sampai pada kalimat itu, aku terdiam lama. Sangat lama.

Kalian tahu ? sesampainya di rumah selepas pertemuan minggu lalu, aku mematut diri di depan cermin. Lalu mengingat, rasanya sering sekali aku membuat kalian kecewa. Rasanya sering sekali aku mengomel perihal sholat kepada kalian, rasanya aku pun pernah beberapa kali mengabaikan kalian. Namun percayalah, dari lubuk hati yang paling dalam, bagiku, kalian adalah Ana-Ana yang lain. Ya, Ana adalah satu-satunya adikku. Bersama kalian, aku mendapati Ana yang banyak. Aku termasuk orang yang kadang begitu sulit untuk mengakui apa yang kurasakan. Sekedar berkata ‘aku merindukan, kalian’ atau ‘aku menyayangi kalian’ misal. Namun aku selalu meyakini, apa-apa yang diberikan oleh hati akan diterima juga oleh hati. Semoga kalian mengerti.

Jangan berlama-lama menjadi buruh, pun, jika berlama-lama menjadi buruh, jadilah buruh yang enggak kebanyakkan buruh. Jangan pernah takut melawan selama kalian benar, jangan pernah menurut selama hak kalian terenggut. Jangan takut menjadi pengangguran, karena rupiah bukan di tangan atasan.

Terima kasih untuk hari-hari menyenangkannya, hari-hari penuh kelelahan namun berisi rentetan canda tawa. Mengenal kalian menjadi satu cerita dalam perjalanan hidupku, juga hidup kalian.

Aku, aya nurhayani yang kalian kenal. Bisa, kan, di maafkan untuk setiap kata yang mungkin pernah menyakiti.

Sebentar lagi pukul lima sore, aku mau dandan yang cantik dan pergi ke tempat makan, duduk sendiri sambil menyesap cokelat panas menunggu .. ..

Oh ya, aku lupa, terima kasih untuk kado yang kalian berikan. Di usiaku yang .. mmm .. mulai dewasa tapi tetap muda ini, aku tidak pernah sekali pun membeli boneka. Aku punya beberapa, itu pun pemberian orang. Entah, boneka tak pernah menarikku untuk membelinya, kalaupun ada, danbo, satu-satunya boneka yang begitu ingin aku beli.

Berjanjilah, kelak, kita akan kembali bertemu, aku akan menepuk bahu kalian masing-masing sambil berkata ‘sukses milik semua orang, kan ?’


Bekasi, 2 September 2015 

1 komentar: