Jumat, 27 September 2013

LIFE NOT LIKE NOODLE, BUT LIFE LIKE a RENDANG


Versi Noodle.


“Aku Sayang sama kamu, mau gak jadi pacar aku.” Markum menatap mata Encun dalam-dalam.
“Tapi bang, kita kan baru kenal seminggu.”
“Lah emang ngapa, orang abang suka sama eneng. Eneng juga suka kan sama abang ?”
Encum senyum-senyum malu, ya, dua manusia ini sedang kasmaran.
Sip. Mereka pun resmi jadian setelah seminggu perkenalan mereka.

Tiga bulan kemudian.

Jadi, abang mau kita putus ?
Sebuah pesan singkat masuk ke inbox Markum. Dengan penuh semangat, laki-laki bertubuh tambun itu mengetik kata-kata yang pas sebagai balasan.
Ini yg trbaik buat qt, neng. Neng trlalu baik buat abng. Abng gak pantes buat neng. Semoga neng dpt laki2 yg lbh baik dr abng. Amin. Maafin abng ya, neng.


Seminggu. Sebulan. Setahun. Mungkin Encum masih sering nangis-nangis Bombay, masih sering kepo-in wall pesbuk Markum, Timeline Markum, atau juga bau ketek Markum. #Eeeh.
Tapi fine, Markum malah enggak inget kalau dia pernah pacaran sama Encum. Ya, maklum, usahanya gampang buat dapetin si Encum. Gampang pula buat ngelupainnya.

Wassalam.

Versi Rendang.

“Sebenernya, udah lama aku mau bilang ini. Tapi aku tau kalau kamu masih ragu sama aku. Tapi serius, aku sayang sama kamu.” Fahri menelan ludah dengan susah payah setelah sukses meluncurkan kata-kata yang menyesakkan dadanya selama ini. Lima tahun sudah ia menyimpan dan berusaha setengah mampus untuk mendapatkan Aisah, gadis pujaannya.
Aisah tersenyum. Gadis itu diam seribu bahasa, akan tetapi ingatannya berputar bagai slide foto yang sedang di mainkan.

Lima tahun lalu.
Keduanya bertemu di acara Seminar kampus, sejak awal, Aisah tau kalau Fahri menyimpan rasa padanya. Bagaimana tidak, laki-laki itu enggak pernah absen untuk menghubunginya. Laki-laki itu rela ujan-ujanan untuk menjemputnya pulang mengajar di rumah singgah. Masih laki-laki itu yang melempar secarik kertas ke kamar kosannya ketika sinyal provider lagi buruk. Fahri juga yang membelikannya semangkok bubur ayam ketika ia sedang sakit. Ya, ia yakin kalau Fahri menyimpan rasa lebih padanya. Akan tetapi, Aisah bukanlah wanita yang gampang memberikan hatinya pada seseorang. Dan ia pun paham, kalau yang instant enggak akan pernah tahan lama.

Dan saat ini, Fahri pun memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya.
“Kamu mau, jalanin hubungan sama aku ?” Fahri melirik wajah Aisah yang sejak tadi tertunduk malu.
Aisah tersenyum, dan .. .. ia mengangguk, guys. Iya. Fahri diterima !!! #Uyeeeeh.

Setahun kemudian.
“Aisah. Aku minta maaf, aku enggak pernah bohong sama kamu. Maria itu hanya teman. Aisah ..” Fahri mengejar Aisah yang berlari menghindarinya.
Aisah menghentikan langkah cepatnya itu. masih membelakangi laki-laki yang selama ini ada di dalam hatinya.
“Baiklah Aisah, aku salah. Aku minta maaf.”
“Enggak ada yang perlu di maafkan, aku mau sendiri dulu.”
Fahri memejamkan matanya, ada hentakkan benda tajam tepat di dasar hatinya. Dan dalam hitungan detik, tanpa menunggu jawaban Fahri, Aisah pergi begitu saja.

Seminggu. Sebulan. Setahun. Bahkan bertahun-tahun. Fahri tidak pernah bisa melupakan Aisah. Walau, entah berapa kali wanita lain masuk dalam hidupnya. Tapi hanya Aisah wanita yang di usahakannya dengan sungguh-sungguh.

Tujuh tahun kemudian.
“Assalammualaikum Aisah.”
“Fahri.”
“Iya. Ini aku, apa kabar kamu ?”
Aisah terdiam sejenak, jemari yang sejak tadi sibuk menggoreskan huruf-huruf di papan tulis putih itu mendadak kaku.
Aisah berdehem satu kali sebelum menjawab “Alhamdulillah aku baik, kamu ?”
Fahri tersenyum, benarkah suara itu nyata. Suara yang selalu dirindukannya.
“Aku juga baik.”
“Aisah.”
“Iya.”
“Apa kamu sudah menikah ?”
Aisah terdiam. Wanita bermata sendu itu menarik napas panjang, masih terdiam.
“Jika belum, bolehkan aku menjadi imam dalam hidupmu.”
Lagi-lagi Aisah terdiam.
“Ini pasti kak Fahri. Pacarnya kak Aisah. Kakak ingat aku enggak ? Aku Aina, murid kak Aisah yang dulu sering kakak ajarkan membaca Al-quran dengan lagu. Kakak ingat ?”
Fahri sedikit berpikir menatap gadis remaja yang tiba-tiba menjadi penengah antara dirinya dan Aisah, dan .. “Ya. Aina, kamu udah besar sekarang.”
Suasana tegang tadi mulai mencair.
“Ya udah besar lah kak, kakak aja udah kayak gini. Ini lihat, kak Aisah udah lama nunggu kakak.”
Deg.
“Aina.” Desis Aisah tegas.
“Kenapa kak ? Masih mau bohong sama perasaan kakak sendiri ? Sampai kapan ?”
“Aisah. Jadi selama ini .. .. Astaghfirullah al adzim ..” Fahri mengerti.
Ya. Ending yang mengharukan. Keduanya pun menikah. Kesetiaan, usaha di masa lalu. Dan keyakinan akan apa yang dirsakan oleh hati keduanya.


Cerita di atas itu, sekedar contoh dalam urusan asmara. Tapi gue, mau menerapkannya dalam kehidupan. Bukan hanya dalam percintaan, tapi dalam semua hal.

Life not like noodle, hidup enggak seperti mie instant. Lo beli di warung, lo buka kemasannya, lo masukin ke air yang mendidih, lalu terakhir, lo masukin ke mangkok, dan lo makan sampai habis. Enggak gitu, guys. Life like is rendang, hidup itu seperti rendang. Lo beli berbagai macam bumbu dapur, lo racik satu per satu, abis itu lo ulek pake tenaga dalem sampe keringetan. Enggak sampai di situ, lo juga harus motongin daging sapinya menjadi beberapa bagian, lo cuci sampai bersih, lo kasih jeruk nipis biar enggak amis, dan lo tunggu untuk beberapa saat. Terakhir, lo masukin semua bahan itu ke satu wadah. Dan lo harus sabar untuk mendapatkan rendang yang lezat, lo harus nunggu beberapa jam, agar air yang ada di dalam wadah tersebut mengering dan padat menjadi bumbu yang gurih. Selesai.

Rendang itu selesai lo masak. Lo makan hari ini, bisa di simpan buat besok, besok lusa, bahkan sampai seminggu.

Begitulah kehidupan, guys. Lo harus jatuh dulu, bangkit lagi, jatuh, terhempas, terinjak, berhenti sejenak, lalu kembali bangkit, kemudian jatuh lagi. Tapi percaya, ketika lo memutuskan untuk terus melanjutkan, maka lo belum gagal. Hanya saja, waktu ‘itu’ belum tercipta buat lo. Tuhan enggak tidur, meski pun enggak ada orang lain yang tau seperti apa usaha lo. Dia selalu memperhatikan apa-apa yang lo usahakan. Dan Tuhan, enggak pernah menyia-nyiakan hamba-Nya yang sungguh-sungguh.

Kalau lo belum mendapatkan apa yang lo mau, mungkin lo kurang tekun. Coba lagi. Lagi. Lagi. Dan lagi.
Karena kesuksesan yang sesungguhnya ada pada prosesnya, bukan hasil !!
Jadi, hidup bukan seperti mie instant, tapi hidup seperti rendang.

1 komentar:

  1. boleh tau no hp?kalo boleh kirim ke suyut23utomo@yahoo.co.id
    thanks

    BalasHapus