Kamis, 05 Juni 2014

surat untuk 'mantan pengangguran'

Kepada kau yang sedang berbahagia dengan segala kecukupan yang kau syukuri.

Hari sabtu kemarin aku melihatmu berjalan tergesa-gesa masuk ke sebuah mall, aku pikir kau sedang mengejar waktu salat, karena yang aku tahu kau hanya akan berjalan secepat itu karena dua hal, untuk mengejar waktu salat dan memburu pintu toilet. Kau menuruni satu persatu anak tangga menuju parkiran dengan langkah yang cepat, dugaanku pasti benar, kau sedang mengejar salah satu dari dua hal itu, atau mungkin keduanya.
Aku mengabaikanmu, tapi beberapa menit kemudian, kau keluar dari sebuah toilet dengan pakaian yang berbeda. Ya Tuhan, kau mau kemana sore itu ? Ya Tuhan, kau masih sering melangkah seorang diri, kau memang aneh.

Tunggu ! Tunggu !
Kau ? Aku baru sadar satu hal, kau berganti pakaian, jadi, kau sudah kembali bekerja ? Baju biru yang kau kenakan sebelumnya adalah seragam kerja, bukan ? Kau tidak mungkin keluar rumah dengan memakai jilbab langsung berwarna putih, itu jilbab yang biasa kau kenakan hanya untuk bekerja, aku paham kebiasaanmu.
Aku senang melihatnya, saat ini kau telah resmi menjadi 'mantan pengangguran', aku lega rasanya. Kau bekerja dimana ? Sejak kapan ? Kau masih ingat isi surat yang ku tulis tempo lalu ? Lihatlah, sapaan yang ku janjikan telah ku tepati, bahkan kini menjadi sebuah kenyataan, tak lagi abstrak. Kau tak pernah ragu bahwa doa adalah senjata paling ampuh, kan ? Aku yakin kau sedang mengangguk saat membaca pertanyaan itu.
Kau kembali menjadi buruh, kah ? Kembali melakoni rutinitas yang monoton lagi ? Aku tidak mau asal tebak, tapi melihat seragam yang kau kenakan, aku dapat mengambil kesimpulan. Sudahlah ! Mungkin memang pabrik lapak yang saat ini tepat untuk kau mencari rupiah. Ya, hanya untuk saat ini, aku percaya, tidak lama lagi kau benar-benar akan merasa bebas dari ruang gerak yang terbatas itu. Kau masih menyukai kebebasan, bukan ? Ah iya, kau masih terus menulis ?
Beberapa hari lalu, aku pergi ke toko buku, lalu berdiri di sebuah monitor yang di gunakan untuk mencari sebuah buku. Aku mengetik huruf-huruf yang jika di rangkai akan menampilkan namamu, aku mengetiknya di kolom author, tidak di temukan. Aku geli sendiri saat menyadari perbuatanku itu, tapi aku yakin, hal tersebut adalah bagian dari sebuah harapan, harapan termasuk doa, kan ?
Aku telah memenuhi janjiku, menulis surat lagi untukmu. Barusan, aku melihatmu melangkah lemas di pinggir jalan. Kau sedang tidak enak badan, kah ? Ayolah, aku paham, kau pasti kembali mengurangi jatah tidurmu. Katakan padaku, berapa jam kau gunakan untuk terpejam ? Dua ? Tiga ? Atau empat jam ? Berapa kali ku ingatkan, pejamkan matamu minimal lima jam dalam sehari. Ah, kau masih saja tak pernah mendengarkan.
Aku doakan, semoga kau selalu sehat. Ah, gimana kalau aku kembali membuat perjanjian, ya, kau tidak setuju pun, aku akan tetap membuatnya.
Aku akan mengirimimu surat lagi dengan ucapan selamat karena naskahmu telah di cetak menjadi buku. Sepertinya itu pertaruhan yang seru. Bukan pertaruhan, tapi perjanjian.
Jaga kesehatanmu, kau tidak perlu sampai sakit karena hidup dengan mimpi dan tuntutan. Menjadi buruh adalah tuntutan ekonomi kehidupanmu, kan ? Benarkan niatmu, menjadi penulis yang bermanfaat bagi para pembacamu, itu kan, hal yang kau inginkan ?
Disini, aku selalu mendoakanmu.



Juni 2014

Aku yang berada di lingkaran langit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar