Sabtu, 22 Februari 2014

bicara soal 'rasa'

Kau hadir tanpa pernah ku harapkan. Kau tahu ? Sejujurnya, aku telah mengenalmu lebih dulu. Pertama kali ku dengar namamu di sebut, entah mengapa aku merasa kita jodoh. Konyol, mungkin kau akan menganggapku konyol. Bahkan dunia pun akan beranggapan serupa. Tapi memang itu yang kurasakan ketika pertama kali mendengar namamu dari seorang teman.

Kau percaya jodoh, bukan ?


Tidak pernah ada yang kebetulan dalam kehidupan ini. Semua telah ada yang mengaturnya. Kau, aku, atau mereka saja yang kurang cerdas memaknainya. Tuhan telah mengaturnya dengan detail yang kadang sulit kita pahami. Tak peka dalam rasa. Dan kau tahu ? Aku percaya akan detail sekecil apapun. Meski kadang, itu membuatku tak tahu diri.

Ya .. Ya .. Aku tahu, kita tak saling kenal. Jangankan saling mencinta, berbicara dan saling bertatapan pun kita belum pernah.

Aku tak pernah mengatakan aku mencintaimu atau aku menginginkanmu. Hanya saja, aku merasa, kita berjodoh. Sebatas itu.

Kau pernah dengar ? Ada seseorang yang pernah mengatakan kalau ‘hati kecil’ akan mengenali seseorang yang akan menjadi jodohnya. Itu bukan karanganku, aku pernah mendengarnya.

Kita sama sama menyukai kebebasan. Tak ingin terikat dalam konteks apapun. Terlebih dalam lingkaran virus berwarna merah jambu. Aku paham ketidakpedulianmu dalam segala hal. Tidak, aku tak mengatakan kalau kau egois. Namun ku rasa, kau dapat menilainya sendiri tanpa perlu ku katakan. Bahkan, aku berani menjamin, kau pun tidak tertarik untuk sekedar melirik tulisan ini. Apalagi berhenti sejenak untuk membacanya. Ya, ya, kau memang seperti itu. Tak pernah mau ambil pusing. Peduli apa dengan semua hal yang bukan menjadi urusanmu. Omong kosong.

Tapi, ada saat aku pernah merasa, kau adalah seorang pengamat yang pandai. Mungkin hanya sekedar perasaanku, aku tak ingin membenarkannya. Kenapa ? Karena itu hanya akan membuatku sakit hati. Menerka-nerka apa yang sebenarnya tidak pernah benar-benar nyata.

Kau tahu ? pertemuan itu tak pernah terlintas dalam benakku. Bagaimana tidak, kau adalah orang asing yang tak pernah ingin kujadikan intim. Lalu dengan cara yang tak pernah ku duga-duga, pertemuan itu terjadi. Pertemuan pertama, yang ku harapkan tak pernah akan ada lagi pertemuan selanjutnya.

Namun hati kecilku menolak, diam-diam aku berharap ketika aku mengatakan ‘semoga’, kau lah yang akan menjawab ‘aamiin’. Aku berharap, pernah berharap akan hal itu. Sekecil apapun kemungkinannya. Mungkin hanya nol koma nol persen. Tapi apalah arti angka-angka dalam urusan perasaan. Tak pernah ada yang mampu mengukurnya. Jika ada skala satu sampai sepuluh, itu pun bukan perkara yang penting. Karena rasa, tak pernah bisa di ukur dengan angka.

Setahun dua tahun, atau sedetik dua detik, tak kan membedakan sesuatu yang dinamakan ‘rasa’. Aku merasa kita berjodoh, tapi logika menolak dengan tegas. Peduli apa dengan logika, cinta tak pernah mengenal logika, bukan ?

Cinta ? Ku bilang cinta barusan. Padahal sebelumnya aku menegaskan bahwa aku tak pernah mengatakan aku mencintaimu. Begitulah rasa, tak pernah bisa menetap. Selalu berubah, berjalan bagai detik waktu yang tak pernah membutuhkan istirahat.

Kelak, jika kita menyatu dalam satu ikatan di dalam lingkar virus merah jambu itu, maka akan ku katakan pada dunia, bahwa aku adalah ‘perasa’ yang peka.

Namun, jika pada akhirnya, kau ataupun aku bertemu dengan orang yang berbeda. Aku pun akan berkata pada dunia, kalau aku hanyalah ‘perasa’ yang tidak cerdas.

Tidak. Kau tak perlu khawatir, tak ada penyesalan akan sebuah rasa. Dan aku pun berani menjamin, kau tidak akan pernah mendapatiku berurai air mata sambil memaki-maki takdir Tuhan. Tidak. Percayalah, aku bukan orang yang seperti itu.


2 komentar:

  1. nol koma nol...menarik. Enggak ada kebetulan dalam hidup, semuanya sudah diatur Tuhan. Jadi komen sayapun bukan kebetulan ya..Silakan kunjungan blog saya dan silakan komen juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihiihii ..
      Dengan senang hati ..
      Mana alamat blognya mas ..
      Siap meluncuuur :))

      Hapus