Selasa, 11 Februari 2014

Gue lupa rasanya lapar ..


Dilema pas di mall tadi sore ~

Otak jahat “ayo makan, ke solaria kalo enggak gokana”
Otak baik “Bakso aja Aya, ingat lo harus ngirit. Lagi nganggur.”
Otak jahat “Ya ampuuun, buat makan sendiri aja sayang.”
Otak baik “Kemaren kan abis ngebolang, terus makan mahal juga. Hari ini makan nyaris gocap lagi satu kali makan ? pikirin baik-baik”
Otak jahat “Rezeki mah enggak kemana kelesss. Ayo makan, makan .. nasi goreng seafood solaria, beef ebimaki gokana, mie ramen ..”
Otak baik “Makan bakso aja di pinggir jalan. Paling sepuluh ribu.”


Hah .. nungguin mereka bedebat, bisa lumutan gue. Tapi akhirnya, otak jahat menang, gue masuk solaria. Buat minta izin ngebersihin meja-mejanya. Errrr .. enggak. Gue makan disana, nyari menu paling murah, tadinya mau mesen es orson, tapi gue enggak tega kalo mba-mba waiters cantik yang gue pesenin minuman tersebut mendadak bunuh diri pake garpu. Gue pun mesen sweet ice tea. Beuuuuh, dibaca es teh manis.

Selesai makan, gue diem sejenak, ada perasaan kenyang. Yaiyalah Ayaaa .. *piso mana piso*
Bukan. Maksud gue, seketika gue kepikiran. Kapan yaa .. terakhir kali gue ngerasa lapar ?

Otak jahat tiba-tiba nyeletuk “Ya sebelum lo makan lah, lo makan karena lo laper kan ? Ampuuun nih orang ..”

Iya gue tahu itu. Tapi bukan itu maksud gue, gue lupa kapan terakhir gue benar-benar merasa lapar. Lapar kelas kakap. Lapar tingkat negara. Lapar yang nyampe mengeluarkan nada dalam perut.

Otak baik pun angkat bicara “Ya kalo lo lagi puasa, Ay. Kan laper tuh menjelang buka.”

Iya, wajar itu mah. Gue puasa, tapi maksud gue .. lapar ..
Oke. Gue pun bercerita kepada kedua otak gue ..


Ada seorang pemimpin yang mulia. Pada suatu hari dia menjadi imam shalat. Berbaris rapilah para jamaah di belakang. Tapi shalat itu berbeda dari biasanya, karena dari tubuh imam selalu terdengar bunyi gemeretuk. Aduh, suara apakah itu? Lepas shalat, salah-satu jamaah, sahabat dekat pemimpin bertanya, "Wahai pemimpin kami, apakah engkau sakit?". Yang ditanya menggeleng, "Saya sehat." Sahabat dekat pemimpin ini tetap penasaran, jelas-jelas dia mendengar suara aneh dari pemimpinnya, "Wahai pemimpin kami, apakah engkau sakit?". Yang ditanya sekali lagi menggeleng, "Saya sehat." Ah, mana mungkin, sahabat dekat ini mendesak, "Apakah engkau sakit, wahai pemimpin kami?" Yang ditanya sekarang balik bertanya, "Saya sehat2 saja. Memangnya ada apa?" Sahabat dekat pemimpin berbicara, "Kami mendengar suara gemeretuk setiap kali engkau bergerak, kami cemas engkau sakit." Singkat cerita, pemimpin ini akhirnya membuka baju yang dia kenakan--aduhai, itu baju paling sederhana. Di belakang baju itu lihatlah, ada buntalan kain--itu juga kain sederhana. Di dalam kain itu, bertumpuk kerikil dan batu kecil. "Ini apa, wahai pemimpin kami?" Pemimpin tersebut melepas buntalan kain dari perutnya. Itu jelas sekali adalah alat pengganjal perut kosong. Lihatlah, pemimpin mereka perutnya tipis, terlihat menyedihkan. "Wahai pemimpin kami," Sahabat dekat ini berseru sambil menahan air mata tumpah, dengan suara bergetar, "Apakah engkau tidak yakin, jika engkau bilang lapar, maka kami tidak akan berebut menyediakan makanan untukmu?" Pemimpin yang mulia ini tersenyum, "Tentu saja kalian akan melakukan apapun untukku, wahai sahabat. Tapi apalah yang akan kukatakan kepada Allah nanti, jika aku sebagai pemimpin menjadi beban bagi orang yang dipimpinnya. Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah untukku. Agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akherat." Itulah pemimpin yang amat mulia.


Gue meneguk sweet ice tea yang tinggal setengah .. termenung .. ada rasa rindu yang menjalar .. ada rasa malu yang mengiris.

Tiba-tiba otak baik berdesis "Gue kangen sama Rasulullah .."
"Gue juga .." otak jahat berubah haluan, doi insyaf.

Ya. Gue selalu makan sebelum gue benar-benar lapar, alias kelaperan kelas kakap. Gue bukannya enggak bersyukur dengan apa yang udah di kasih sama Tuhan. Tapi gue ngerasa kangen sama rasa lapar .. dan rasa itu cuma bisa gue rasain setiap lagi puasa doang. Seminggu dua kali kalo gue lagi rajin, atau pas bulan ramadhan doang yang emang jadi kewajiban. Fine, gue belajar mensyukuri semua nikmat itu.

Cerita itu jadi temparan keras dihati gue, apa coba yang pantas buat di ingkari ? keluhan-keluhan kecil yang sering keluar dari mulut gue, manusia biasa. Toh lihat, manusia terbaik aja pernah merasakan hal menyusahkan seperti itu, bahkan lebih banyak. Beliau, manusia yang udah dijamin akan kebaikan (surga) di akherat nanti, tapi tetap berusaha menjadi orang baik. Orang sederhana dengan segala kemuliaan yang mengikutinya. Enggak neko-neko dan enggak pernah menampakkan kebaikan ataupun kesulitannya. Cukuplah Allah yang mengetahuinya. Toh, malaikat Rokib dan Atid enggak mungkin sedikitpun lalai akan tugasnya. Mereka tentu tau apa yang harus mereka catat, tanpa perlu di ingatkan.

Satu jam sore ini sangat berkesan .. walaupun sebenarnya gue enggak sendiri di tempat makan itu, tapi bareng teman gue, dan dia terus bercerita. Tapi jauh dalam pendengaran gue yang gue gunakan untuk menanggapi setiap aliran curhatannya, ada ingatan dan pelajaran berharga dari sepiring nasi goreng seafood yang gue pesen.

Ada tamparan, dan gue harus terus belajar .. ..

Cerita di kutip dari https://www.facebook.com/notes/darwis-tere-liye/kisah-pemimpin-yang-mulia/506080232775883

Tidak ada komentar:

Posting Komentar